Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua I Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Jakarta Timur Erlangga Abdul Kalam menyoroti banyaknya aksi penolakan atas pengesahan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menjadi undang-undang yang dilakukan di depan Gedung DPR RI.

"Jika diperhatikan dalam satu minggu belakangan bahkan sampai saat ini, banyak muncul aksi-aksi penolakan soal draf RKUHP di Gedung DPR," kata Erlangga dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Menurut ia, aksi-aksi penolakan pengesahan RKUHP yang bermunculan di depan Gedung DPR RI itu menunjukkan bahwa masih ada masyarakat yang merasa resah karena draf RKUHP belum mengakomodasi kepentingan rakyat, terutama rakyat kecil.

Dengan demikian, Erlangga berpendapat pemerintah dan DPR sepatutnya melihat dan mengakomodasi terlebih dahulu seluruh keresahan publik itu secara komprehensif.

"(Hal tersebut perlu dilakukan) supaya benang merahnya ketemu. Perlu diingat, urusan RKUHP itu bukan cuma urusan penguasa dan pengusaha saja. Oleh karena itu, semua perlu diakomodasi," ujar dia.

Erlangga pun menilai tanpa mengakomodasi keresahan publik, pembahasan dan pengesahan RKUHP menjadi undang-undang yang dilakukan dalam sidang paripurna DPR RI hari ini seolah memperlihatkan suatu proses yang tergesa-gesa.

"Proses yang terlalu tergesa-gesa dan memaksakan itu bagi saya tentu saja mencederai prinsip demokrasi," ucapnya.

Menurut ia, keresahan publik yang memperjuangkan kepentingan rakyat kecil dalam RKUHP itu sepatutnya dapat diakomodasi oleh DPR RI.

Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej menepis anggapan dan tudingan bahwa pengesahan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dilakukan secara buru-buru.

"Ini tidak terburu-buru. Kalau cepat dibilang keburu-buru, kalau lambat dibilang lambat. Jadi, enggak ada terburu-buru," kata pria yang akrab disapa Eddy itu usai Rapat Paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan penyusunan RKUHP memakan waktu yang tak sebentar yakni telah bergulir sejak 1963 lalu. "Ya, Anda coba jawab sendiri, apa 59 tahun itu terjawab terburu-buru?" ucapnya.

Eddy pun menantang kepada pihak yang masih tidak puas terhadap KUHP yang baru disahkan itu untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.

"Kalau dikatakan banyak, penolakan berapa banyak? Substansinya apa? Datang dengan cepat pada kami, kami sudah siap dan kami yakin betul ini diuji ditolak," kata Eddy.

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2022