Jakarta (ANTARA) - Polda Metro Jaya baru saja merayakan hari jadi ke-73. Pada kesempatan itu Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Polisi Fadil Imran kembali menegaskan bahwa tugas pokok anggota Polri adalah melayani, melindungi, dan mengayomi masyarakat.

Salah satu tugas polisi lalu lintas atau polantas, yaitu melindungi masyarakat dan pengguna jalan dari pelanggar aturan lalu lintas agar terhindar dari kecelakaan.

Melaksanakan tugas tersebut memang tidak mudah. Perdebatan antara polantas dan pengguna jalan yang melanggar aturan lalu lintas pernah menjadi pemandangan umum di jalanan Jakarta.

Perdebatan tersebut umumnya dimulai ketika pengguna jalan tersebut merasa atau mengaku tidak melanggar, namun petugas berkeyakinan sebaliknya.

Perdebatan itu kadang terekam atau direkam oleh publik dan menjadi viral di media sosial. Hal itu tentu tidak menjadi masalah, asalkan tidak disertai narasi yang melintir atau tidak sesuai fakta.

Namun ada juga oknum polisi nakal yang memanfaatkan situasi tersebut untuk bertransaksi dengan pelanggar atau menawarkan "damai".

Fenomena tersebut tentu tak luput dari perhatian Korps Bhayangkara yang tengah berbenah memulihkan nama baiknya yang ternoda oleh ulah segelintir anggotanya mulai dari pangkat yang paling bawah hingga ulah perwira tingginya.

Fenomena perdebatan dan penyelewengan penegakan hukum dengan tilang tersebut bersentuhan langsung dengan masyarakat yang berada di akar rumput, namun di era digital saat ini suara masyarakat di akar rumput yang tak puas dengan kinerja petugas lapangan Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri, bisa menggema menjadi perbincangan di tingkat nasional.

Atas dasar itulah, Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menerbitkan Surat Telegram Kapolri Nomor: ST/2264/X/HUM.3.4.5./2022 tanggal 18 Oktober 2022, yang ditandatangani oleh Kepala Korlantas Polri Irjen Pol. Firman Shantyabudi.

Isinya adalah instruksi agar Korlantas Polri mengoptimalkan penegakan hukum lalu lintas dengan sistem tilang elektronik atau Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) serta mengurangi tilang manual untuk menghindari terjadinya pungutan liar (pungli) dan memberikan kejelasan serta bukti yang terbantahkan dalam menindak pelanggar aturan lalu lintas.

Penegakan hukum lalu lintas

Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah barometer penegakan hukum lalu lintas di Indonesia dan Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Metro Jaya menjadi wilayah pertama yang menerapkan uji coba tilang elektronik pada 1 Oktober 2018.

Setelah uji coba selama sebulan, sistem tilang elektronik akhirnya beroperasi penuh pada 1 November 2018 dengan lokasi pertama di sepanjang Jalan MH Thamrin-Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat.

Penerapan sistem tilang elektronik tersebut ternyata mujarab memberikan efek gentar bagi pengguna jalan yang berniat melanggar. Buktinya adalah sepekan setelah sistem ETLE diterapkan, angka pelanggaran langsung mencatatkan penurunan.

Lalu mengapa tilang elektronik menjadi efektif dalam menindak pengguna jalan yang melanggar? Jawabannya adalah karena tidak adanya interaksi antara masyarakat dan petugas sehingga tidak ada celah bagi pelanggar untuk menyuap petugas dan "berdamai".

Pelanggar yang tertangkap kamera tilang elektronik juga tidak bisa membuat "drama" dan membantah melakukan pelanggaran.

Pasalnya pelanggar yang tertangkap ETLE akan mendapatkan "surat cinta" dari Ditlantas Polda Metro Jaya berisi foto lengkap dengan dengan jam, tanggal dan di mana yang bersangkutan melanggar.

Tilang elektronik ini juga ternyata mujarab untuk membatasi ruang gerak polisi nakal untuk bertransaksi atau menarik pungutan liar dari pelanggar aturan lalu lintas.

Perkembangan ETLE

Perkembangan teknologi akan terus membawa pembaruan dan inovasi di segala bidang, tidak terkecuali dalam bidang penegakan hukum, khususnya penegakan hukum dengan tilang elektronik.

Jenis pelanggaran yang bisa terdeteksi oleh sistem ETLE pada awal diterapkan adalah pelanggaran lawan arus, pelanggaran jalur busway, tata cara parkir dan berhenti, pelanggaran rambu dan marka, naik turun penumpang atau ngetem sembarangan, tidak menggunakan helm dan bonceng lebih dari satu.

Saat ini pelanggaran yang bisa dideteksi dan ditindak semakin beragam, antara lain kendaraan bermotor yang melanggar batas kecepatan, truk yang kelebihan muatan, hingga kendaraan yang melanggar kawasan ganjil genap.

Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Pol. Latif Usman mengatakan saat ini jajarannya tengah mengembangkan fitur untuk mendeteksi pelanggaran tak kasat mata, pelanggaran yang dulu menjadi kelemahan sistem tersebut.

Saat ini Polda Metro Jaya tengah berkoordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) untuk menghubungkan database Dukcapil dengan ETLE untuk menerapkan fitur pengenalan wajah.

Fitur tersebut nantinya bisa mengenali pengguna jalan cukup dengan wajah dan bisa mendeteksi apakah yang bersangkutan sudah mempunyai surat izin mengemudi (SIM) atau belum.

Sehingga nantinya masyarakat yang nekat mengendarai kendaraan bermotor meski belum memiliki SIM harus siap-siap mendapatkan "surat cinta" dari kepolisian.

Saat ini Ditlantas Polda Metro Jaya sudah mengoperasikan 57 titik kamera tilang elektronik statis yang terpasang di jalan-jalan utama Ibu Kota.

Namun jumlah tersebut masih sangat kurang untuk mengawasi wilayah hukum Polda Metro Jaya yang meliputi Jakarta, Depok, Tangerang dan Bekasi.

Oleh karena itu, Ditlantas Polda Metro Jaya dengan berkomunikasi dengan Pemerintah Daerah di wilayah terkait untuk penambahan titik kamera ETLE.

Upaya tersebut ternyata telah mendapatkan lampu hijau dengan penambahan 70 titik kamera ETLE baru pada 2023.

Namun selagi menunggu penerapan 70 titik baru tersebut, apakah artinya wilayah atau yang ruas jalan tanpa kamera tilang elektronik menjadi "zona koboi" di mana pelanggar bisa bebas berkeliaran tanpa bisa ditindak oleh petugas? Jawabannya tentu saja tidak.

Sebagai jawabannya, Polda Metro Jaya telah menyiapkan 11 unit kendaraan patroli yang dilengkapi dengan kamera tilang elektronik mobile atau ETLE Mobile.

Kendaraan patroli ETLE Mobile akan berpatroli di titik dan ruas jalan yang tidak dilengkapi kamera ETLE statis sehingga pelanggar lalu lintas kapanpun dan dimanapun harus siap-siap mendapatkan surat tilang lengkap dengan bukti pelanggarannya.

Kemudian apakah teknologi canggih ini hanya bisa digunakan untuk pelanggaran lalu lintas saja? Tentunya tidak. Seiring dengan perkembangan teknologi nantinya juga bisa mendeteksi pelaku kejahatan.

Saat ini kamera ETLE telah terbukti berhasil membongkar beberapa kasus tabrak lari di Jakarta, ke depan pusat data ETLE akan dihubungkan dengan pusat data reserse kriminal kepolisian sehingga kendaraan hasil kejahatan dan pelaku kejahatan bisa diketahui keberadaannya.

Fenomena tilang elektronik

Upaya penghapusan tilang manual tentu akan memicu kemunculan fenomena di masyarakat pengguna jalan.

Salah satu fenomena yang muncul adalah pelanggar lalu lintas kini menjadi kian berani melakukan pelanggaran lalu lintas meski ada petugas, setelah tahu polantas kini tidak bisa memberikan tilang manual.

Dulu pelanggar aturan lalu lintas kerap main "kucing-kucingan" dengan petugas karena takut ditilang dan masih adanya budaya "tertib kalau ada petugas", namun kini setelah salah satu instrumen penegakan hukum dalam bentuk tilang manual tersebut hilang, hilang pula taji polantas di mata pelanggar.

Meski demikian, Polda Metro Jaya menegaskan tilang manual tetap berlaku untuk jenis pelanggaran berat, seperti balap liar, kebut-kebutan, dan knalpot bising.

Hal itu bukan tanpa alasan, pasalnya ketiga pelanggaran itu adalah jenis pelanggaran yang berpotensi menyebabkan kecelakaan dan membahayakan nyawa si pelanggar maupun masyarakat yang tidak berdosa.

Salah satu pelanggaran lainnya adalah upaya menutupi plat nomor agar tidak terdeteksi oleh kamera ETLE atau bahkan menggunakan plat nomor palsu. Untuk pelanggaran yang ini, polisi akan memberikan tindakan tegas dengan memberhentikan kendaraan tersebut dan memberikan tindakan dengan meminta pengendara terkait membetulkan platnya agar bisa terbaca oleh kamera ETLE.

Khusus untuk pengguna plat palsu, polisi bahkan bisa saja menyita kendaraan tersebut, hingga identitas kendaraan terkait bisa diverifikasi. Alasan dari pihak kepolisian soal ini juga sangat jelas, polisi mengungkapkan tindakan menggunakan plat palsu adalah salah satu modus yang kerap digunakan pelaku kejahatan untuk menghilangkan jejak.

Tujuan tilang elektronik

Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Pol. Latif Usman mengatakan dirinya yakin penerapan tilang elektronik dan penghapusan tilang manual pada akhirnya akan meningkatkan disiplin pengguna jalan dalam berkendara.

Dia juga menampik tudingan bahwa tilang elektronik bertujuan untuk memberikan tilang sebanyak-banyaknya kepada masyarakat.

Latif kemudian menyebut akan ada titik jenuh bagi masyarakat yang tiap hari melanggar aturan.

"Saya yakin mereka awalnya terpaksa, tapi nanti lama-lama mereka akan menyadari sendiri daripada tiap hari lepas plat nomor dan melakukan pelanggaran, nanti dia sadar, ya sudahlah saya tertib saja, kalau mereka tertib kan tidak ada masalah" ujar Latif.

Dia pun mengatakan penerapan dan perluasan tilang elektronik adalah pesan kepada masyarakat bahwa polisi tanpa henti akan terus mengawasi jalanan ibu kota.

Pada akhirnya penegakan hukum punya tujuan yang mulia yakni memberikan keselamatan dan penegakan hukum lalu lintas ini adalah salah satu perwujudan dari tugas melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat yang dijalankan oleh Korps Bhayangkara.




Editor: Achmad Zaenal M

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2022