Jakarta (ANTARA) - Masyarakat di belahan bumi bagian utara saat ini sedang mengalami musim dingin, sementara Indonesia sedang bersiap menghadapi "winter" yang berbeda.

Perusahaan rintisan (startup) berbasis teknologi secara global disebut sedang mengalami "musim dingin", ditandai dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan.

Dunia sedang dibayangi resesi, namun, Presiden Joko Widodo saat rangkaian pertemuan B20 di Bali pada November mengatakan, menurut International Monetary Fund (IMF), Indonesia bisa menjadi titik terang di tengah perekonomian dunia yang sedang suram.

Perekonomian Indonesia tumbuh 5,44 persen pada kuartal kedua 2022 dan semakin kuat pada kuartal ketiga, yaitu 5,72 persen. Indonesia, kata Presiden Jokowi, juga bisa mengelola inflasi yang berada di angka 5,9 persen pada September karena harga bahan bakar minyak (BBM) naik.

Tingkat inflasi Indonesia turun ke 5,7 persen pada bulan berikutnya.

Meski angka-angkanya menggembirakan, Indonesia tetap perlu mengantisipasi "musim dingin" itu supaya dampaknya bisa dikelola dengan baik. Sejumlah startup selama beberapa bulan belakangan ini melakukan PHK terhadap karyawan mereka.

Kendati demikian, tidak perlu terburu-buru mengambil kesimpulan bahwa "musim dingin" startup sudah sampai ke Indonesia. Para pakar meyakini jalan PHK yang ditempuh para startup adalah strategi mereka supaya bisa lebih kuat.

Startup pada umumnya mendapatkan modal atau pendanaan dari uang pribadi para pendirinya, investor dan modal ventura. Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad dan Ketua Umum Asosiasi Startup Teknologi Indonesia (ATSINDO) Handito Joewono menilai saat ini kebanyakan pendanaan yang didapat para startup berasal dari investor asing.

Mereka, para investor, bisa jadi sudah mendapatkan tantangan ekonomi di negara asalnya, misalnya suku bunga naik. Akibatnya, para investor harus bersikap lebih realistis di mana mereka menanamkan modal.

Prinsip kehati-hatian ini yang membuat mereka sangat selektif memilih investasi, termasuk untuk dana yang digelontorkan kepada startup.

Sementara itu, pada 2021, iklim startup cenderung moncer karena pengalaman setahun pandemi, berbagai kegiatan terbantu oleh teknologi digital. Saat itu, dana yang beredar tinggi sehingga startup bisa menawarkan gaji yang tinggi kepada karyawannya.

Startup selama ini juga menghadapi tantangan dalam hal talenta digital yang jumlahnya terbatas. Ada kalanya startup merekrut talenta digital sebelum membutuhkan keahlian mereka karena keterbatasan jumlah yang tersedia di pasar kerja.

Industri startup menyebut aksi mengurangi karyawan sebagai rasionalisasi supaya perusahaan tetap sehat dan bisa beroperasi dengan baik.

Mencari jalan keluar

Melihat situasi yang serba rumit seperti saat ini, startup ditantang untuk menunjukkan ketangkasan mereka. Pepatah sedia payung sebelum hujan boleh dianut para startup, mempersiapkan strategi menghadapi "musim dingin".

Startup juga menyebut mereka sedang melakukan efisiensi, namun, efiensi cenderung diterjemahkan sebagai PHK. Padahal efisiensi pada biaya promosi juga sangat terasa bagi konsumen akhir-akhir ini. Contohnya, subsidi gratis ongkos kirim atau uang kembali (cashback) yang mulai berkurang pada lokapasar (marketplace) digital.

PHK karyawan untuk sekarang ini menjadi solusi jangka pendek supaya keuangan perusahaan tetap sehat. Seperti yang disebutkan sebelumnya, startup berani menawarkan gaji tinggi sehingga pengurangan jumlah karyawan tentu akan berdampak pada biaya yang harus dikeluarkan perusahaan.

Tapi, PHK bukan satu-satunya jalan keluar untuk mengatasi tantangan ini. Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate saat pertemuan dengan pelaku startup digital berpesan agar startup perlu cermat mencari jalan efisiensi supaya tidak melulu berujung pada PHK.

Startup harus bisa bermanuver dengan baik supaya bisnis bisa bertahan dan menjaga loyalitas pengguna mereka.

Beberapa pakar menawarkan solusi selain PHK supaya startup bisa tetap kuat, mulai dari negosiasi ulang gaji karyawan, mengurangi biaya promosi, mengurangi jam kerja, menunda investasi yang dianggap belum perlu, mengurangi dividen para pimpinan sampai memotong gaji direksi.

Saran-saran itu patut dipertimbangkan, sebab jika terus mengambil jalan PHK akan memberikan preseden yang tidak baik, misalnya calon karyawan yang ingin direkrut bisa saja mundur karena menganggap perusahaan tidak stabil.

Pemerintah juga bisa menambah bagian mereka dalam menyehatkan industri startup. Selama ini, sejumlah kementerian memiliki program khusus untuk bimbingan sampai mematangkan ekosistem startup di Indonesia.

Pada program-program itu, misalnya, pelatihan mengenai strategi bertahan ketika menghadapi krisis eksternal bisa diberikan lebih intensif. Dukungan pemerintah terhadap dunia startup juga ditunjukkan dengan Merah Putih Fund untuk perusahaan yang memenuhi syarat.

Sambil menyelam minum air, sambil mencari jalan keluar atas tantangan yang dihadapi, startup juga perlu memberikan edukasi kepada konsumen supaya mereka lebih matang.

Misalnya, untuk lokapasar digital, beri pemahaman pada konsumen bahwa belanja online tidak melulu gratis ongkos kirim. Ajak konsumen untuk cermat berhitung dan memilih sesuai kebutuhan, misalnya membayar ongkos kirim Rp10.000 dan barang diantar sampai depan rumah, atau datang langsung ke tempat belanja plus ongkos angkutan umum yang harus dikeluarkan untuk sampai ke sana.

Startup tentu tidak boleh menyerah menghadapi segala tantangan yang terjadi ketika kita dan dunia masih pemulihan dari pandemi. Sejatinya, startup terlahir karena ada persoalan.

Copyright © ANTARA 2022