Laut dalam yang sebenarnya masih belum banyak tereksplorasi
Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan riset bioprospeksi laut untuk mencari dan mengeksplorasi sumber daya genetik dan biologi di laut dalam untuk menjadikannya produk komersial.

"Riset mengenai bioprospeksi laut ini sebagai upaya secara ilmiah untuk mencari dan mengeksplorasi sumber biologi dan genetik lokal yang bertujuan untuk membawa biodiversitas menjadi produk komersial," kata Kepala Pusat Riset Laut Dalam BRIN Indah Suci Nurhati dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Indah menuturkan riset bioprospeksi laut juga berkaitan dengan pencarian dan pemanfaatan ventilasi hidrotermal, hingga lokasi lingkungan yang unik dan ekstrem.

Ia mengatakan biodiversitas yang hidup di laut dalam menghasilkan banyak enzim yang dibutuhkan untuk pangan, kesehatan dan obat, namun masih belum dieksplorasi.

Menurut dia, dengan melakukan riset laut dalam, maka akan banyak pengetahuan untuk memanfaatkan nilai ekonomi yang bisa dikembangkan termasuk juga upaya menjaga ekosistemnya supaya tidak rusak atau punah.

Baca juga: BRIN: Pengungkapan kekayaan laut dalam Indonesia masih sangat minim

Baca juga: Mengeksplorasi misteri laut dalam Indonesia


Riset laut dalam bertujuan untuk mengetahui, memanfaatkan dan menyelamatkan potensi biodiversitas yang berada di laut dalam.

Indah mengatakan sejauh ini Indonesia masih belum banyak melakukan eksplorasi riset laut dalam. Untuk itu, BRIN melakukan riset laut untuk mengeksplorasi dan memanfaatkan potensi laut dalam di perairan Indonesia.

"Kalau di luar negeri mereka sudah bisa menciptakan enzim untuk obat sehingga risetnya menarik dan berdampak. Di sini kita masih banyak belum mengetahui, karena untuk mencapai laut dalam saja kita masih belum bisa. Maka dari itu, kita masih mengarahkan riset kita ke situ," tuturnya.

Selain bioprospeksi laut, Pusat Riset Laut Dalam BRIN juga memiliki fokus riset mengenai lingkungan untuk mengetahui dan memahami tentang dinamika kehidupan di laut dalam, termasuk juga arus air dan tekanannya.

Pusat riset itu juga mengadakan riset terkait dengan konektivitas antara laut dalam, pesisir pantai, dan juga daratan yang memiliki hubungan yang berantai dan saling berpengaruh satu sama lain.

"Perubahan yang terjadi di laut dalam itu datangnya dari atas laut seperti dari pesisir, jadi permasalahan di laut dalam tidak bisa lepas dari polusi yang terjadi di pesisir dan daratan, termasuk juga adanya misalnya plastik yang membuat ekosistem laut dalam menjadi rusak," tuturnya.

Laut dalam merupakan laut yang memiliki kedalaman 2.000 meter sehingga sangat sedikit cahaya matahari yang masuk, dan memiliki tekanan yang tinggi. Itu menjadi tantangan tersendiri untuk melakukan riset di laut dalam.

"Mayoritas laut kita itu justru laut dalam, yang sebenarnya masih belum banyak tereksplorasi, karena memang butuh effort yang lebih besar untuk melakukannya," ujarnya.

Untuk melakukan riset laut dalam, Intan menuturkan perlu adanya dukungan teknologi dan peralatan khusus dalam memudahkan pengambilan data sampel dari laut dalam. BRIN memiliki armada kapal riset yang digunakan untuk pelayaran oseanografi.

"Kita harapkan investasi untuk kapal riset bisa lebih dari itu, jadi ke depan kapal riset bisa menurunkan alat seperti kamera untuk dapat mengambil data laut dalam," tuturnya.

Dengan adanya teknologi alat dan kamera untuk melihat kehidupan di laut dalam, maka bisa diperoleh perspektif yang berbeda daripada dengan membawa biodiversitas laut dalam ke atas permukaan laut.

Baca juga: BRIN eksplorasi manfaat sumber daya alam laut bagi perawatan kanker

Baca juga: Kabupaten Seram Bagian Timur di Maluku miliki 628 jenis makroalga

 

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022