Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami penggunaan sejumlah uang yang diterima tersangka mantan Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau M. Syahrir (MS).

KPK mendalami melalui pemeriksaan dua saksi untuk tersangka MS dan kawan-kawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (12/12), dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait dengan pengurusan hak guna usaha (HGU) di Kanwil BPN Provinsi Riau.

"Didalami pengetahuannya, antara lain, terkait dengan aliran penggunaan sejumlah uang yang diterima tersangka MS," ucap Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Selasa.

Dua saksi yang diperiksa itu, yakni Eva Rusnati selaku ibu rumah tangga dan Okta Mayasari selaku asisten rumah tangga.

Selain MS sebagai tersangka penerima, KPK juga telah menetapkan dua tersangka lainnya sebagai pemberi, yakni pihak swasta/pemegang saham PT Adimulia Agrolestari (AA) Frank Wijaya (FW) dan General Manager PT AA Sudarso (SDR).

Dalam konstruksi perkara, KPK menyebut FW sebagai pemegang saham PT AA memerintahkan dan menugasi SDR untuk melakukan pengurusan dan perpanjangan sertifikat HGU PT AA yang segera akan berakhir masa berlakunya pada tahun 2024.

Dari awal pengurusan HGU tersebut, SDR selalu diminta untuk aktif menyampaikan setiap perkembangannya kepada FW. Selanjutnya, SDR menghubungi dan melakukan beberapa pertemuan dengan MS membahas, antara lain, terkait dengan perpanjangan HGU PT AA.

Pada bulan Agustus 2021, SDR menyiapkan seluruh dokumen administrasi untuk pengurusan HGU PT AA seluas 3.300 hektare di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) yang salah satunya ditujukan juga kepada Kanwil BPN Provinsi Riau.

Baca juga: KPK konfirmasi Kakanwil BPN Riau soal pengurusan HGU PT AA
Baca juga: KPK kembali panggil Kakanwil BPN Riau terkait kasus Bupati Kuansing


KPK mengungkapkan SDR kemudian menemui MS di rumah dinas jabatannya. Dalam pertemuan tersebut, diduga ada permintaan uang oleh MS sekitar Rp3,5 miliar dalam bentuk dolar Singapura dengan pembagian 40—60 persen sebagai uang muka dan MS menjanjikan segera mempercepat pengurusan HGU PT AA.

Dari pertemuan tersebut, SDR lalu melaporkan permintaan MS kepada FW dan SDR, kemudian mengajukan permintaan uang 120.000 dolar Singapura (setara dengan Rp1,2 miliar) ke kas PT AA dan disetujui oleh FW.

Sekitar September 2021, atas permintaan MS, penyerahan uang 120.000 dolar Singapura dari SDR dilakukan di rumah dinas MS dan MS juga mensyaratkan agar SDR tidak membawa alat komunikasi apa pun.

Setelah menerima uang tersebut, MS lantas memimpin ekspose permohonan perpanjangan HGU PT AA, kemudian menyatakan usulan perpanjangan itu bisa ditindaklanjuti dengan adanya surat rekomendasi dari Andi Putra selaku Bupati Kuansing yang menyatakan tidak keberatan adanya kebun masyarakat dibangun di Kabupaten Kampar, Riau.

Terkait dengan penerimaan uang, KPK menduga MS memiliki dan menggunakan beberapa rekening bank dengan nama kepemilikan di antaranya para pegawai Kanwil PBN Riau dan pegawai Kantor Pertanahan Kabupaten Kampar.

KPK juga menduga dalam kurun waktu September 2021—27 Oktober 2021, MS menerima aliran sejumlah uang, baik melalui rekening bank atas nama pribadi MS maupun atas nama dari beberapa pegawai BPN tersebut, sekitar Rp791 juta yang berasal dari FW.

Selain itu, pada tahun 2017—2021, MS juga diduga menerima gratifikasi sejumlah sekitar Rp9 miliar dalam jabatannya selaku Kepala Kanwil BPN di beberapa provinsi. Hal itu, kata dia, akan didalami dan dikembangkan tim penyidik.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022