Keluarga adalah benteng kita.
"Keluarga adalah benteng kita." Kurang lebih itu adalah sorotan utama dari film berdurasi 3 jam 12 menit ini. Kata "keluarga" tak hanya mengacu pada keluarga Sully, namun juga tempat yang mereka tinggali beserta orang-orang di dalamnya.

Cameron -- yang memang dikenal sebagai salah seorang aktivis lingkungan yang vokal, tentu saja tak akan menyia-nyiakan media film ini. Saat film pertama adalah tentang melindungi hutan, sekuelnya lebih tentang melindungi lautan kita.

Kembali lagi, ini merupakan cerita sederhana, tetapi diceritakan dengan cara yang sangat besar. Tapi itu intinya, bukan? "The Way of Water" dijahit dengan deretan sequence dan adegan yang begitu memanjakan mata -- seakan membuat penonton ikut terbawa meyusuri indahnya Pandora, hingga menyelami keindahan samudra yang dipimpin oleh klan Metkayina.
"Avatar: The Way of Water" (2022). (Courtesy of 20th Century Studios/Courtesy of 20th Century Studios)

Sekuel senilai 350 juta dolar ini -- sama seperti pendahulunya -- menjadi tolok ukur baru dari bagaimana para seniman di balik layar dapat melampaui batas mereka untuk membawa sinema ke level berikutnya. Dari awal hingga akhir, "The Way of Water" adalah sebuah festival dan wahana bermain menegangkan yang tak ada habisnya untuk dijelajahi.

Dunia "Avatar" yang diperluas dengan beragam hayati menarik siapa pun untuk masuk ke dalamnya.

Sama seperti ikran dan leonopteryx yang terbang menukik melalui langit Pandora yang bercahaya di film pertama, sekuelnya membawa keajaiban pada makhluk-makhluk raksasa dan tumbuhan karang di kedalaman laut dengan detail yang mempesona.

Baca juga: Jelang pemutaran film Avatar, bioskop di Beijing batalkan syarat PCR

Seperti yang diketahui, "Avatar" pertama mengubah cara kita menonton sebuah film. Sejak perilisannya di layar lebar, semua film ikut mengadopsi teknologi 3D -- sebuah pencapaian luar biasa dalam perfilman. Kacamata 3D agaknya menjadi salah satu hal yang tak terpisahkan pada era tersebut.

Dan hal itu terjadi lagi 13 tahun kemudian. Sesaat setelah audiens mengenakan kacamata itu, dalam sekejap, itu adalah dunia yang baru, namun juga familier. Dari detik pertama, penonton seakan sudah tahu bahwa film yang mereka tonton saat itu menjadi salah satu pengalaman yang tak akan bisa dilupakan sepanjang tahun.

Kolaborasi Cameron dengan sinematografer Russel Carpenter menjadi perpaduan ciamik untuk membawa dunia "Avatar" kembali hidup. Film menggunakan teknologi High Dynamic Range pada 48f/s yang memanfaatkan kualitas imersif 3D yang disempurnakan untuk memberikan kedalaman gambar.

Dengan aspek teknisnya yang sangat mengesankan, tak berlebihan jika "Avatar: The Way of Water" rasanya harus disaksikan di layar terlebar di bioskop.

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2022