Mataram (ANTARA) - Dinas Lingkungan Hidup Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, menyatakan kegiatan budi daya maggot di Tempat Pengolahan Sampah (TPST) Kebon Talo, mampu mengurangi sampah rumah tangga yang dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) hingga 5 ton per bulan.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Mataram HM Kemal Islam di Mataram, Senin, mengatakan jumlah sampah rumah tangga yang menjadi pakan maggot ini sama dengan hasil maggot setiap bulan.

"Insya Allah, 1 Januari 2021 kita sudah gunakan kandang maggot yang baru yang dibangun dengan anggaran Rp1,2 miliar. Jadi dalam sebulan kita bisa panen 5 ton sehingga sampah rumah tangga yang diurai maggot ini juga mencapai sekitar 5 ton," katanya.

Dikatakannya, pengolahan sampah rumah tangga seperti sisa makanan, buah dan sayur, melalui budi daya maggot dinilai efektif. Apalagi pangsa pasar maggot cukup menjanjikan terutama untuk pakan ikan dan unggas.

Dikatakannya produksi maggot basah di TPST Kebon Talo itu masih kurang dibandingkan dengan tingginya permintaan dari para peternak terutama perikanan yang digunakan sebagai pakan ikan.

Baca juga: Mengolah sampah plastik menjadi berkah di NTB

Baca juga: NTB klaim zero waste mampu kurangi sampah TPA 1,9 juta ton


Dalam seminggu satu kelompok perikanan meminta sampai tiga kali atau 300 kilogram karena sekali permintaan mereka minta 100 kilogram. Belum lagi peternak-peternak unggas, dan perikanan yang datang membeli dengan jumlah kecil mulai dari 1-5 kilogram per orang.

"Yang kita kewalahan permintaan dari beberapa kelompok perikanan yang sudah ada kerja sama, sehingga setiap mereka datang kita sudah harus punya stok maggot untuk mereka ambil," katanya.

Terkait dengan itu, untuk memenuhi kebutuhan kelompok perikanan itu, tahun depan akan ditambah sekitar 500 rak, agar dalam sebulan produksi maggot bisa mencapai 10 ton dengan sampah yang diurai juga bisa mencapai 10 ton per bulan.

"Untuk sementara maggot kita jual ke peternak Rp6.000 per kilogram dengan sistem hutang atau dibayar setelah peternak ikan panen," katanya.

Artinya, lanjut Kemal, dalam hal ini pemerintah kota tidak semata memikirkan kepentingan bisnis semata, melainkan bagaimana program pengurangan sampah melalui budi daya maggot bisa berjalan efektif dan membantu peternak serta kelompok perikanan di kota ini.

"Jadi sepanjang kebutuhan maggot basah tinggi, kita tidak melakukan pengolahan lebih lanjut seperti menjadi maggot kering, atau tepung maggot," katanya menambahkan.

Namun demikian, sebagai persiapan peningkatan produksi maggot, pihaknya telah membeli lima mesin pemilahan sampah dan mesin oven untuk mengolah maggot kering karena harga jual bisa mencapai di atas Rp50 ribu per kilogram.

Karena itu, tambahnya, untuk mengoptimalkan pengembangan budi daya maggot tersebut, pihaknya juga akan melakukan penambahan petugas dengan jumlah ideal sekitar 25 orang.

"Yang ada saat ini baru 16 orang, tapi setelah kandang baru mulai beroperasi Januari, kita butuh tambahan petugas dengan mengoptimalkan pegawai yang sudah ada. Tidak tidak mengangkat pegawai baru," katanya menambahkan.

Baca juga: 325 lingkungan di Mataram diedukasi pemilahan sampah dari rumah

Baca juga: Sampah plastik "disulap" Komunitas Oasis di Lombok-NTB jadi batu bata

 

Pewarta: Nirkomala
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022