Sampai sekarang ada 12 anak di bawah umur yang menjadi korban kekerasan seksual dan fisik.
Mukomuko (ANTARA) - Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu melakukan pendampingan 12 anak korban kekerasan seksual dan fisik yang terjadi Januari 2022 sampai sekarang.

"Sampai sekarang ada 12 anak di bawah umur yang menjadi korban kekerasan seksual dan fisik, terbaru anak sama anak yang masih SMP berkelahi," kata Pejabat Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Kabupaten Mukomuko Vivi Novriani dalam keterangannya, di Mukomuko, Senin.

Vivi Novriani, Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ini mengatakan tugasnya memberikan pendampingan, dan tahun ini telah melakukan pendampingan terhadap 12 kasus kekerasan seksual dan fisik yang dialami 12 anak di bawah umur.

Dari sebanyak 12 kasus ini, katanya lagi, terbanyak kasus kekerasan seksual terhadap anak, dan satu kasus di antaranya berujung damai dengan dua keluarga pelaku dan korban sepakat untuk berdamai.

Terkait dengan satu kasus kekerasan fisik terhadap anak, katanya pula, pada hari ini dibuat berkas acara pemeriksaan (BAP) di Polres Mukomuko.

Ia menjelaskan, kasus ini berawal dari anak dengan anak pelajar SMP berkelahi, setelah itu keluarga dari salah satu anak tersebut memukul anak lain yang terlibat perkelahian.

"Saat ini kasus tersebut berkembang dari anak sama anak, kini orang dewasa atau keluarga salah satu anak memukul anak lain, sehingga ada anak melaporkan orang dewasa," ujarnya.

Anak yang menjadi korban kekerasan seksual dan fisik di daerah ini selain perempuan, ada juga laki-laki yang baru terjadi dalam tahun ini.

Sedangkan para pelaku kekerasan seksual dan fisik terhadap 12 orang anak di daerah ini masih orang terdekat korban, yakni paman, ayah tiri, tetangga, dan temannya.

Dia menyatakan, instansinya melakukan pendampingan untuk memastikan proses hukumnya berjalan dan anak merasa tidak diintimidasi, karena kasus anak ini harus melihat psikis anak trauma atau tidak.

Untuk itu, menurutnya lagi, perlu adanya pendampingan untuk setiap anak yang berhadapan dengan hukum. Kalau anak sebagai pelaku jangan dicampur atau digabung dengan tahanan dewasa.

"Psikis anak, jangan sampai anak merasa terintimidasi, apalagi pada saat pembuatan berita acara pemeriksaan (BAP), kalau anak belum siap saat dibuatkan BAP, maka harus ditunda untuk menjaga psikis anak," ujarnya lagi.
Baca juga: Pemkab Mukomuko mendampingi belasan anak korban kekerasan seksual
Baca juga: Pemkab Mukomuko bentuk pusat pembelajaran keluarga

Pewarta: Ferri Aryanto
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2022