Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional membeberkan bahwa hasil pemutakhiran Pendataan Keluarga 2021 (PK-21) telah mencatat jumlah keluarga di Indonesia mengalami penambahan sebanyak 2.271.917 keluarga.

“Produk data mikro hasil pemutakhiran pendataan keluarga ini, diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai rujukan intervensi operasional di lapangan, yang memberi keyakinan bahwa program yang dirancang dapat disampaikan secara cepat dan tepat pada keluarga yang membutuhkan,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Dalam Diseminasi Hasil Pemutakhiran PK-21 tahun 2022 dan Forum Data Stunting di Tangerang, pada Senin, Hasto menuturkan bahwa penambahan tersebut terjadi dalam jangka waktu satu tahun.

Sebelumnya, keluarga di Indonesia yang tercatat sebanyak 68.487.139 keluarga. Namun, hasil pemutakhiran yang berlangsung dari bulan September hingga November 2022, menyatakan kalau. jumlah keluarga menjadi 70.759.056 keluarga.

Baca juga: BKKBN: Separuh dari 68,48 juta data keluarga telah dimutakhirkan

Baca juga: BKKBN-Kemenparekraf teken MOU ciptakan produk protein cegah stunting


Pemutakhiran yang BKKBN lakukan sudah memuat data secara by name by address, yang dilengkapi dengan informasi karakteristik sosial ekonomi.

Kelengkapan data itu, kata Hasto, memiliki tiga tujuan yakni meningkatkan cakupan dan kualitas data keluarga by name by address hasil pendataan keluarga 2021, menyediakan data operasional di lini lapangan serta data perhitungan indikator kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga.

Kemudian kepentingan perencanaan, pengambilan kebijakan, analisis dan intervensi program pembangunan berbasis keluarga termasuk penghapusan kemiskinan ekstrem dan percepatan penurunan stunting.

Hasto menyatakan dilakukannya pemutakhiran tidak hanya untuk menangani stunting, melainkan dibuat untuk memberantas kemiskinan ekstrem bersama Kemenko PMK, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Setwapres, Kementerian Dalam Negeri dan BPS.

Dari data hasil PK-21 pun, telah dilakukan intervensi terhadap 55.749 keluarga pada desil 1-4 yang tidak memiliki rumah tidak layak huni, dimana 32.059 keluarga diantaranya atau 57,5 persen merupakan sasaran keluarga berisiko stunting.

“Persoalan kemiskinan ekstrem dan stunting saling berkaitan. Dari data P3KE saja, sudah tercatat di antara 6,6 juta keluarga yang berada pada 10 persen pendapatan terbawah atau desil 1, sekitar 4,9 juta adalah keluarga sasaran yang mana 3,9 juta merupakan keluarga berisiko stunting atau 80 persen dari keluarga sasaran desil satu,” ujar Hasto.

Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK Agus Suprapto menambahkan, adanya pemutakhiran PK-21 Tahun 2022 dapat digunakan oleh kepala daerah.

“Kita harapkan nanti para bupati, gubernur, walikota sebagai punya program karena mereka yang tahu isi hati, suasana budaya masyarakatnya masalah stunting. Jadi para kepala daerah adalah pemain-pemain utamanya,” katanya.

Pemutakhiran PK-21 dilakukan BKKBN dengan mengerahkan sebanyak 330.000 tenaga lini lapangan, guna mengentaskan permasalahan stunting dan kemiskinan ekstrem. Dengan anggaran sebesar Rp314 miliar yang bersumber dari APBN.*

Baca juga: Sandi teken sejumlah kesepakatan pengembangan pariwisata

Baca juga: BKKBN: Audit kasus priroritas untuk percepatan menurunkan stunting


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022