Jakarta (ANTARA News) - Uni Eropa (UE), salah satu organisasi regional yang sangat berpengaruh di dunia yang kini beranggotakan 25 negara di Eropa, bakal merayakan hari jadinya ke-56 pada 9 Mei 2006. Organisasi itu diakui banyak pengamat internasional sebagai satu-satunya perhimpunan bangsa/negara regional yang paling berhasil mengintegrasikan anggotanya dalam satu kebijakan bersama. UE dinilai lebih berhasil ketimbang organisasi regional lainnya, semisal Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), Kawasan Pasar Bebas Amerika Utara (NAFTA), serta Mercosur (asosiasi kerjasama perdagangan negara Amerika Latin). Tidak ada satupun keputusan UE yang tidak dicermati oleh negara-negara lainnya, karena dapat dipastikan membawa dampak internasional lantaran kebijakan tersebut merupakan suara bersama yang harus ditaati oleh semua negara anggotanya. Kebijakan bersama UE tersebut sangat terlihat pengaruhnya di bidang ekonomi, meskipun dalam beberapa kasus, keputusan-keputusan UE masih memberikan pengecualian untuk tidak ditaati karena kondisi-kondisi khusus yang dialami negara anggota, contohnya kebijakan penggunaan mata uang tunggal ero yang hingga kini masih ditolak rakyat Inggris, Denmark, dan Swedia. Sementara itu, UE dalam kebijakan luar negerinya sampai saat ini masih terlihat ada kelemahan lantaran perpecahan dalam membuat satu kebijakan luar negeri bersama, layaknya saat terjadi serangan bala tentara koalisi Amerika Serikat (AS) dan Inggris ke Irak, yang membuat UE terpecah dalam dua kubu. Namun, bagaimana pun juga, UE menarik untuk menapaki perjalanan sejarah pembentukannya hingga berhasil menjadi satu organisasi regional yang tangguh dan disegani masyarakat internasional. Bahkan, ASEAN bercita-cita dapat berkembang seperti UE. Blok Barat vs Blok Timur Sejarah pembentukan UE tak terlepas dari berakhirnya Perang Dunia II yang ternyata tidak serta-merta mewujudkan perasaan aman di hati masyarakat Eropa. Suatu ancaman akan terjadinya Perang Dunia III antara pihak Barat dan Timur berkembang demikian cepat, dan terlihat dengan buntunya Konperensi Moskow tanggal 24 April 1947 mengenai isu Jerman yang meyakinkan Barat bahwa Uni Soviet, sekutu saat bertempur melawan Nazi Jerman, akan menjadi sumber ancaman seketika terhadap demokrasi Barat. Blokade kota Berlin oleh pihak Soviet pada Juni 1948 telah membagi negara tersebut menjadi dua negara, yang kemudian makin meningkatkan ketegangan di antara dua blok, yakni Blok Barat yang terdiri atas AS dan Eropa Barat serta Blok Timur yang terdiri atas negara-negara Eropa Timur yang dipimpin Uni Soviet. AS berkeinginan untuk menarik Jerman (Barat) ke dalam suatu persekutuan negara-negara Eropa Barat untuk dapat menghadapi ancaman Blok Timur. Hal tersebut hanya dapat dicapai dengan cara menyingkirkan rivalitas lama di antara Prancis dan Jerman. Karena itu, AS melancarkan strategi meminta Prancis melakukan pendekatan kepada pihak Jerman (Barat). Pada musim semi 1950, Menlu Prancis Robert Schuman, dipercaya AS dan Inggris untuk menjalankan misi penting, yakni membawa Republik Federal Jerman (RFJ) kembali ke persekutuan Blok Barat. Schuman lalu bekerjasama dengan Jean Monnet, seorang pejabat tinggi Prancis yang bertanggungjawab dalam hal perencanaan modernisasi Prancis. Jean Monnet menyusun satu deklarasi yang kemudian disepakati Pemerintah Jerman dan Prancis pada 9 Mei 1950, yang dapat dianggap sebagai landasan awal bagi Federasi Eropa. Deklarasi tersebut, antara lain berisi penghilangan rivalitas di antara Jerman dan Prancis, serta melakukan terobosan kerjasama di bidang baja dan batubara (ECSC) yang dianggap lebih mudah untuk diwujudkan. Perjalanan organisasi kerjasama regional ECSC hingga terbentuknya European Union (Uni Eropa) ditandai dengan beberapa traktat yang menjadi tonggak bersejarah bagi organisasi itu. Traktat-traktat tersebut, yakni The Treaty of Paris (ECSC) pada 1952; The Treaty of Rome (Euratom dan EEC) pada 1957; Schengen Agreement di tahun 1985; Single Act di Brussels, 1987; The Treaty of Maastricht (Treaty on European Union) pada 1992; The Treaty of Amsterdam 1997; The Treaty of Nice pada 2000; Konvensi Masa Depan Eropa dan Traktat Aksesi 10 Negara Anggota Baru. Selengkapnya, traktat-trakta itu adalah: 1. The Treaty of Paris (ECSC), 1952 Proses integrasi Eropa bermula dari dibentuknya Komunitas Batu Bara dan Baja Eropa (European Coal and Steel Community/ECSC), yang traktat-nya ditandatangani tanggal 18 April 1951 di Paris dan berlaku sejak 25 Juli 1952 sampai tahun 2002. Tujuan utama traktat ECSC adalah penghapusan berbagai hambatan perdagangan dan menciptakan suatu pasar bersama dimana produk, pekerja dan modal dari sektor batu bara dan baja dari negara-negara anggotanya dapat bergerak dengan bebas. Traktat ini ditandatangani oleh Belanda, Belgia, Italia, Jerman, Luksemburg dan Prancis, dengan hasil utama yakni pembentukan ECSC dan penghapusan rivalitas lama antara Jerman dan Perancis, serta memberi dasar bagi pembentukan "Federasi Eropa". 2. The Treaty of Rome (Euratom dan EEC), 1957 Pada tanggal 1-2 Juni 1955, para Menlu dari enam negara penandatangan ECSC Treaty bersidang di Messina, Itali, dan memutuskan untuk memperluas integrasi Eropa ke semua bidang ekonomi. Pada tanggal 25 Maret 1957 di Roma ditandatangani European Atomic Energy Community (EAEC), namun lebih dikenal dengan Euratom, dan European Economic Community (EEC). Keduanya mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1958. Jika ECSC dan Euratom merupakan traktat yang spesifik dan rinci, maka traktat EEC lebih merupakan sebuah traktat kerangka kerja (framework treaty). Tujuan utama traktat EEC adalah penciptaan suatu pasar bersama di antara negara-negara anggotanya melalui pencapaian suatu custom unions (kesatuan kepabeanan) yang di satu sisi melibatkan penghapusan customs duties (bea masuk) bagi anggota UE, kuota impor, dan berbagai hambatan perdagangan lain diantara negara anggota, serta di sisi lain memberlakukan suatu Tarif Kepabeanan Bersama Common Customs Tariff (CCT) terhadap negara ketiga (non-anggota UE). Selain itu, juga dilakukan harmonisasi kebijakan-kebijakan nasional negara anggota menyangkut custom unions yang diimplementasikan melalui kebijakan yang disebut sebagai The Four Freedom of Movement, yaitu pembebasan barang, jasa, pekerja dan modal melintas di antara sesama negara anggota UE. Hasil utama dari traktat ini adalah ketiga Communities masing-masing memiliki organ eksekutif yang berbeda-beda. Namun, sejak tanggal 1 Juli 1967 dibentuk satu Dewan dan satu Komisi untuk lebih memudahkan manajemen kebijakan bersama yang semakin luas, sehingga Komisi Eropa mewarisi wewenang ECSC High outhority, EEC Commission dan Euratom Commission. Sejak saat itu ketiga communities tersebut dikenal sebagai European Communities (EC). Selain itu, dilakukan pembentukan Dewan Menteri UE, yang menggantikan Special Council of Ministers di ketiga Communities, melembagakan Rotating Council Presidency untuk masa jabatan selama enam bulan, serta membentuk Badan Audit Masyarakat Eropa, menggantikan Badan-badan Audit ECSC, Euratom dan EEC. 3. Schengen Agreement, 1985 Pada tanggal 14 Juni 1985, Belanda, Belgia, Jerman, Luksemburg dan Prancis menandatangani Schengen Agreement, yakni mereka sepakat untuk secara bertahap menghapuskan pemeriksaan dokumen kewarganegaraan di perbatasan wilayah masing-masing sekaligus menjamin pergerakan penduduk secara bebas, baik warga sesama negara maupun warga negara lain. Perjanjian tersebut kemudian diperluas dengan memasukkan Italia (1990), Portugal dan Spanyol (1991), Yunani (1992), Austria (1995), Denmark, Finlandia, Norwegia dan Swedia (1996). Dengan kata lain, siapa pun pemegang identitas schengen dapat menjadi pelintas batas di 14 negara. 4. Single Act, Brussels, 1987 Berdasarkan White Paper yang disusun oleh Komisi Eropa di bawah kepemimpinan Jacques Delors pada tahun 1984, Masyarakat Eropa mencanangkan pembentukan sebuah Pasar Tunggal Eropa. Single European Act, yang ditandatangani pada bulan Februari 1986, dan mulai berlaku mulai tanggal 1 Juli 1987, terutama ditujukan sebagai suplemen EEC Treaty. Tujuan utama Single Act adalah pencapaian pasar internal yang ditargetkan untuk dicapai sebelum 31 Desember 1992. Hasil utama kesepakatan tersebut adalah melembagakan pertemuan reguler di antara Kepala Negara dan/atau Pemerintahan negara anggota Masyarakat Eropa, yang bertemu paling tidak setahun dua kali, dengan dihadiri oleh Presiden Komisi Eropa. Selain itu, European Political Cooperation secara resmi diterima sebagai forum koordinasi dan konsultasi antar pemerintah, serta seluruh persetujuan asosiasi dan kerjasama serta perluasan Masyarakat Eropa harus mendapat persetujuan Parlemen Eropa. 5. The Treaty of Maastricht (Treaty on European Union), 1992 Treaty on European Union (TEU) yang ditandatangani di Maastricht pada 7 Februari 1992 dan mulai berlaku 1 November 1993 mengubah European Communities (EC) menjadi European Union (EU). TEU mencakup memasukkan dan memodifikasi traktat-traktat terdahulu (ECSC, Euratom dan EEC). Jika traktat pembentukan European Community (TEC) memiliki karakter integrasi dan kerjasama ekonomi yang sangat kuat, maka TEU menambahkan karakter lain berupa kerjasama di bidang Common Foreign and Security Policy (CFSP) dan Justice and Home Affairs (JHA). Hasil utama dari kesepakatan ini adalah pembentukan tiga pilar kerjasama UE, yaitu European Communities, Common Foreign and Security Policy (CFSP) dan Justice and Home Affairs (JHA). Kesepakatan tersebut juga memberikan wewenang yang lebih besar kepada Parlemen Eropa untuk ikut memutuskan ketentuan hukum UE melalui mekanisme prosedur keputusan bersama yang menempatkan Parlemen dan Dewan UE bersama-sama memutuskan suatu produk hukum. Bidang-bidang yang masuk dalam prosedur tersebut adalah pergerakan bebas pekerja, pasar tunggal, pendidikan, penelitian, lingkungan, Trans-European Network, kesehatan, budaya dan perlindungan konsumen. Selain itu, anggota UE memutuskan memperpanjang masa jabatan Komisioner menjadi lima tahun dari sebelumnya dua tahun dan pengangkatannya harus mendapat persetujuan Parlemen, menambah wilayah kebijakan yang harus diputuskan melalui mekanisme qualified majority (tidak lagi unanimity), yaitu riset dan pengembangan teknologi, perlindungan lingkungan, dan kebijakan sosial, serta memperkenalkan prinsip subsidiarity atau membatasi wewenang institusi UE, agar hanya menangani masalah-masalah yang memang lebih tepat dibahas di level UE. 6. The Treaty of Amsterdam, 1997 Pada pertemuan UE pada 17 Juni 1997 di Amsterdam, European Council (para Kepala Negara dan Pemerintahan ke-15 negara anggota UE) merevisi TEU dan menghasilkan sebuah traktat baru yang disebut sebagai The Treaty of Amsterdam yang mempunyai empat tujuan utama. Tujuan tersebut adalah memprioritaskan hak-hak warga negara dan penyediaan lapangan kerja. Meskipun penyediaan lapangan kerja tetap merupakan kewajiban utama pemerintah nasional, Traktat Amsterdam menekankan perlunya usaha bersama seluruh negara anggota untuk mengatasi pengangguran, yang dianggap sebagai problem utama Eropa saat ini. Traktat itu juga menyepakati penghapuskan hambatan terakhir menuju Freedom of Movement dan memperkuat keamanan, dengan meningkatkan kerjasama negara anggota di bidang Justice and Home Affairs, serta memberikan UE suara yang lebih kuat di dunia internasional dengan menunjuk seorang High Representative for the CFSP dan membuat struktur institusi UE lebih efisien, terutama berkaitan dengan gelombang ke-6 perluasan (enlargement). Selain itu, traktat tersebut juga menyepakati pemberian wewenang pada Dewan Menteri untuk menjatuhkan hukuman pada negara anggota (dengan mencabut sementara beberapa hak mereka, termasuk hak voting) jika negara anggota tersebut melakukan pelanggaran HAM. Traktat tersebut menyediakan pula kemungkinan dilakukannya enhanced cooperatio, yaitu beberapa negara anggota (minimal delapan anggota) dapat melakukan suatu kerjasama meskipun tidak semua negara anggota menyetujuinya. Negara yang tidak (atau belum) menyetujui kerjasama tersebut dapat bergabung di kemudian hari. Contohnya, bentuk-bentuk kerjasama dalam kerangka CFSP. Hal lainnya, traktat teitu juga memasukkan Schengen Agreement dalam TEU (dengan pengecualian pada Inggris dan Irlandia), serta menjadikan pencari suaka (asylum), visa dan imigrasi sebagai kebijakan bersama (kecuali bagi Inggris dan Irlandia). 7. The Treaty of Nice, 2000 Pertemuan European Council tanggal 7-9 Desember 2000 di Nice, Italia, mengadopsi satu traktat baru yang membawa perubahan bagi empat masalah kelembagaan UE, yakni komposisi dan jumlah Komisioner di Komisi Eropa, bobot suara di Dewan Uni Eropa, mengganti sistem unanimity(suara mufakat bulat) dengan qualified majority(mayoritas memenuhi persyaratan) dalam proses pengambilan keputusan dan pengeratan kerjasama. Hasil utama dari kesepakatan tersebut, antara lain memperhatikan perluasan anggota UE, membatasi jumlah anggota Parlemen maksimal sebanya 732 orang dan sekaligus memberi alokasi jumlah kursi tiap negara anggota (sudah termasuk negara anggota baru). Selain itu, UE juga sepakat mengganti mekanisme pengambilan keputusan bagi 30 pasal dalam TEU yang sebelumnya menggunakan unanimity dan diganti dengan menggunakan mekanisme qualified majority voting. Traktat tersebut juga merubah bobot suara negara-negara anggota UE mulai 1 Januari 2005 (sudah termasuk negara-negara anggota baru). Disepakati pula bahwa mulai 2005, Komisioner jumlahnya dibatasi menjadi satu komisioner dari tiap satu negara, sehingga tidak lagi berdasarkan perbandingan jumlah penduduk, dan batas maksimum jumlah komisioner akan ditetapkan setelah UE beranggotakan 27 negara. 8. Konvensi Masa Depan Eropa dan Traktat Aksesi 10 Negara Anggota Baru Berbagai traktat UE tersebut akan mengalami perubahan, sebagai hasil dari konvensi mengenai Masa Depan UE dan Traktat Aksesi 10 negara anggota baru yang ditandatangani tanggal 16 April 2003 dan mulai berlaku tanggal 1 Mei 2004. Menuju Eropa bersatu UE saat ini beranggotakan 25 negara, terdiri atas Belgia, Prancis, Jerman, Italia, Luksemburg dan Belanda (1952-1957l), Denmark, Irlandia dan Inggris (1973), Yunani (1981), Portugal dan Spanyol (1986), Austria, Finlandia dan Swedia (1995), serta Republik Ceko, Estonia, Hongaria, Latvia, Lithuania, Malta, Polandia, Siprus, Republik Slovakia dan Slovenia mulai 1 Mei 2004. Keanggotaan UE terbuka bagi setiap negara Eropa yang ingin menjadi anggota dengan dua persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu negara yang bersangkutan harus berada di benua Eropa, dan negara tersebut menerapkan prinsip-prinsip demokrasi, penegakan hukum, penghormatan HAM dan menjalankan segala peraturan perundangan UE (acquis communautaires). KTT UE Kopenhagen , Denmark, tanggal 12-13 Desember 2002 telah memutuskan akan menerima keanggotaan Bulgaria dan Rumania yang saat ini masih dalam proses perundingan aksesi, pada tahun 2007. Sementara itu, Turki masih didorong untuk melakukan reformasi politik dan ekonomi dalam negerinya agar memenuhi kriteria standar UE (Copenhagen Criteria). Jika menapak dari perjalanan sejarah pembentukan UE, maka masyarakat dunia dapat menilai betapa organisasi regional tersebut telah mencapai tingkat kedewasaan yang tinggi dengan negara-negara anggotanya bersedia menyerahkan sebagian kedaulatannya pada supra struktur yang lebih tinggi, yakni Uni Eropa (UE). Banyak pengamat internasional juga menyimpulkan bahwa setelah keberhasilan penyatuan mata uang tunggal ero, UE semakin mengarah kepada super state negara Eropa Bersatu, dengan satu pemerintahan tunggal yang wacananya pernah menjadi polemik di beberapa media massa Eropa. Untuk mewujudkan impian tersebut agaknya masih memerlukan perjalanan panjang mengingat hal itu membutuhkan kerelaan negara-negara anggotanya untuk melepaskan kedaulatan pemerintahannya masing-masing. (*)

Oleh Oleh Yuri Alfrin Aladdin
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006