Jakarta (ANTARA) - Menurut data resmi terbaru, pada kuartal ketiga 2022, lebih dari sepertiga energi listrik yang dihasilkan di Jerman berasal dari batu bara.

Bahkan selama musim panas yang cerah tahun lalu, ketika energi terbarukan seperti matahari dan angin biasanya menghasilkan listrik dengan jumlah paling banyak, batu bara tetap menjadi sumber energi terbesar.

"Pada 2023, pemerintah harus mengubah tren tersebut. Hentikan penggunaan energi fosil dan secara konsisten beralih ke energi terbarukan," ungkap Simon Mueller, direktur Jerman di Agora Energiewende, dalam pernyataannya.

Total konsumsi energi Jerman pada 2022 turun 4,7 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) sebagai akibat dari kenaikan harga besar-besaran untuk gas alam dan listrik serta suhu yang sejuk selama musim penggunaan pemanas (heating season), menurut evaluasi yang dilakukan oleh wadah pemikir Agora Energiewende yang diterbitkan pada Rabu (4/1).

Emisi gas rumah kaca negara itu tetap berada di angka sekitar 761 juta metrik ton CO2, menurut evaluasi tersebut. Untuk tahun kedua berturut-turut, Jerman gagal mencapai target pengurangan yang sebesar 40 persen jika dibandingkan dengan tahun 1990 sebagai tahun acuan.

Demi memastikan keamanan pasokan tanpa gas Rusia, pemerintah Jerman mengizinkan pengaktifan kembali pembangkit listrik tenaga batu bara untuk sementara waktu. Pembangkit listrik pertama dihubungkan kembali ke jaringan pada awal Agustus lalu.   

 
   


Jerman menargetkan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 65 persen pada 2030 dengan level pada tahun 1990 sebagai pembanding, dan menjadi netral iklim pada tahun 2045, lima tahun lebih awal dari Uni Eropa (UE), yang berupaya untuk menjadi entitas pertama yang mencapai emisi nol bersih (net-zero) pada 2050.

Namun, perjalanan perekonomian terbesar di Eropa itu untuk mencapai target iklim jangka menengahnya masih panjang, demikian Dewan Pakar untuk Perubahan Iklim pemerintah Jerman memperingatkan dalam laporannya akhir tahun lalu.
 
  


"Tingkat pengurangan emisi yang dicapai sejauh ini masih jauh dari cukup untuk memenuhi target perlindungan iklim 2030," kata Thomas Heimer, anggota dewan tersebut.

"Pengurangan emisi tahunan harus dua kali lipat dibandingkan dengan perkembangan historis dalam 10 tahun terakhir," imbuhnya. 


 

Pewarta: Xinhua
Editor: Desi Purnamawati
Copyright © ANTARA 2023