Jakarta (ANTARA) - Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization/WMO) pada Kamis (12/1) mengatakan, Bumi mencatat rekor suhu terhangat selama delapan tahun berturut-turut sejak pencatatan dimulai akibat melonjaknya kadar gas rumah kaca dan akumulasi panas.

Menurut data suhu yang dikumpulkan oleh WMO, 2022 merupakan tahun kedelapan secara beruntun ketika suhu global tahunan mencapai setidaknya satu derajat Celsius di atas tingkat praindustri.

Perjanjian Paris 2015 yang penting bertekad menjaga pemanasan global "jauh di bawah" dua derajat Celsius di atas tingkat praindustri, dan untuk mengupayakan batas yang lebih rendah 1,5 derajat Celsius.

Sementara itu, Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel on Climate Change/IPCC) menggarisbawahi bahwa pemanasan global harus dibatasi maksimal 1,5 derajat Celsius atau lebih rendah.
 
 


Namun, data terbaru WMO menunjukkan bahwa suhu rata-rata global pada 2022 tercatat sekitar 1,15 derajat Celsius di atas tingkat praindustri, sedangkan suhu rata-rata sepuluh tahun untuk periode 2013-2022 adalah 1,14 derajat Celsius di atas garis dasar praindustri.   

"Ada kebutuhan untuk meningkatkan kesiapsiagaan terhadap peristiwa-peristiwa ekstrem seperti itu dan untuk memastikan bahwa kita memenuhi target Peringatan Dini untuk Semua (Early Warnings for All) PBB dalam lima tahun ke depan," kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) WMO Petteri Taalas.

Ini menunjukkan bahwa pemanasan jangka panjang terus berlanjut, dan kemungkinan untuk sementara melewati target 1,5 derajat Celsius pun terus meningkat, kata WMO.

Pemanasan global dan tren perubahan iklim jangka panjang lainnya diperkirakan akan terus berlanjut, ungkap WMO, yang disebabkan oleh rekor kadar gas rumah kaca yang memerangkap panas di atmosfer.

Gelombang panas ekstrem, kekeringan, dan banjir dahsyat memengaruhi jutaan orang dan menyebabkan kerugian senilai miliaran dolar AS pada 2022, demikian menurut laporan sementara State of the Global Climate in 2022 WMO.
 
   "


"Saat ini hanya setengah dari 193 anggota (WMO) yang memiliki layanan peringatan dini yang tepat, yang menyebabkan kerugian ekonomi dan korban manusia yang jauh lebih tinggi. Ada juga kesenjangan-kesenjangan besar dalam pengamatan cuaca dasar di Afrika dan negara kepulauan, yang memiliki dampak negatif besar pada kualitas prakiraan cuaca," ujar Sekjen WMO memperingatkan. 

Pewarta: Xinhua
Editor: Desi Purnamawati
Copyright © ANTARA 2023