Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan perhutanan sosial memberikan dampak positif bagi ekonomi masyarakat.

"Nilai transaksi ekonomi dari program perhutanan sosial menyentuh angka Rp118,69 miliar selama tahun 2022," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR RI di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan tiga provinsi dengan nilai tukar ekonomi tertinggi adalah Sumatera Utara, Lampung, dan Nusa Tenggara Barat.

Baca juga: KLHK setor pendapatan Rp6,38 triliun ke kas negara

"Ada enam persen dari kelompok usaha perhutanan sosial yang melaporkan pada aplikasi GoKUPS, itu ternyata mencatat angka Rp118 miliar transaksi ekonomi," ujarnya.

Siti menuturkan bahwa perhutanan sosial cukup memberikan dampak positif bagi ekonomi melalui peningkatan pendapatan masyarakat.

"Sebagai gambaran kira-kira 40 sampai 50 persen kelompok usaha perhutanan sosial ini sudah berinteraksi ekspor, seperti Jawa Barat, Maluku, Lampung, Nusa Tenggara Barat, dan lain-lain," kata dia.

Baca juga: Pengelolaan perhutanan sosial kawasan mangrove dukung ekonomi rakyat

Selama kurun waktu lima tahun terakhir, nilai transaksi ekonomi dari program perhutanan sosial selalu mencatatkan angka pertumbuhan. Pada 2018, nilai transaksi ekonomi hanya sebesar Rp2,07 miliar; kemudian menjadi Rp5,01 miliar pada tahun 2019; lalu menjadi Rp17,48 miliar pada tahun 2020, selanjutnya tumbuh menjadi Rp23,79 miliar pada tahun 2021, dan naik signifikan menjadi Rp118,69 miliar pada tahun 2022.

Kementerian LHK menyatakan akses kelola perhutanan sosial saat ini telah mencapai 5,3 juta hektare yang tersebar di 33 provinsi, 380 kabupaten, 2.315 kecamatan, dan 4.294 desa di Indonesia.

Sejauh ini, perhutanan sosial telah melibatkan lebih dari 1,2 juta kepala keluarga atau setara dengan 5 juta jiwa.

Baca juga: Menteri LHK: Perhutanan Sosial beri keadilan bagi warga sekitar hutan

Sampai tahun 2030, Kementerian LHK telah menetapkan target percepatan perhutanan sosial melalui distribusi akses legal 12,7 juta hektare, penambahan pendamping sebanyak 25.000 orang, pembentukan 25.000 kelompok usaha perhutanan sosial (KUPS), pembentukan percontohan Integrated Area Development (IAD) dengan minimum satu IAD per kabupaten, percepatan peningkatan kelas KUPS, dan meningkatnya kontribusi menjaga ekologi sesuai target Indonesia’s FOLU Net Sink 2030.

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2023