Tokyo (ANTARA) - Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4) berupaya menjembatani riset dengan kebutuhan industri seperti di Jepang, di mana ekosistemnya sudah terbentuk dan maju.

“Industri kita belum cukup tinggi inovasinya, sementara di Jepang sangat unggul. Industri dituntut harus berinovasi (karena) kalau nggak, nggak bisa selamat," kata Ketua Umum I-4 Dr Sastia Prama Putri di Tokyo, Rabu.

Menurut dia, Indonesia perlu beralih dari hanya memanfaatkan bahan mentah, hingga bisa mengolah sendiri bahan itu menjadi produk akhir dengan bantuan teknologi.

“Melakukan riset di universitas dengan di industri itu sangat beda. Di Indonesia, kita melakukan riset untuk nantinya dihilirisasi, tapi by design tidak dilakukan bersama-sama dengan industri,“ katanya.

Sehingga, kata dia, ada ketidakcocokan antara apa yang dibutuhkan dan apa yang dihasilkan.

Sastia juga mengatakan bahwa di Jepang sudah banyak terjadi aliansi industri-akademisi dan keduanya saling terikat, saling membutuhkan dan membentuk simbiosis mutualisme.

“Atmosfer seperti itu yang ingin kita bawa ke Indonesia dengan membawa industri yang ada di Jepang. Nanti, kami juga bisa mengakselerasi terjadinya ekosistem di Indonesia dan mudah-mudahan kita bisa menjadi bridge,” katanya.

Pengajar Sekolah Pascasarjana Teknik Universitas Osaka itu menyebutkan anggota I-4 bukan hanya di universitas, tetapi banyak juga yang melakukan riset di sektor industri.

“Ini juga kita bisa menjalin kerja sama antara industri dan akademik,” katanya.

Menurut dia, untuk menciptakan atmosfer yang mendukung hubungan akademisi-industri dibutuhkan insentif, terutama bagi industri untuk melakukan riset sendiri.

Dia menambahkan bahwa pihaknya juga tengah mencari ide untuk mentransfer teknologi yang aplikatif dari ilmuwan Indonesia yang ada di Jepang untuk membantu memecahkan permasalahan di Indonesia.

“Ada yang bisa melakukan, tapi sporadis dan tidak sistematis, tidak diwadahi sehingga dampaknya tidak terasa,” katanya.

Dia mengusulkan kepada pemerintah agar dibuat wadah yang memungkinkan akademisi dan industri bisa masuk.

“Saya rasa ekosistem dan environment (lingkungan) yang kondusif itu diperlukan untuk entry point (pintu masuk),” ujarnya.

Sasti menilai Indonesia sudah memiliki inisiatif ke arah itu, tetapi perlu dipikirkan bahwa hal itu bukan hanya bersifat komersial, tetapi juga karya yang diciptakan tepat dan berdaya guna.

“Cara memecahkan masalah industri di dalam negeri dengan di Jepang itu mungkin berbeda. Bagaimana ini bisa difasilitasi lebih dekat lagi supaya nyambung apa yang dibutuhkan dalam negeri dengan apa yang dimiliki kepakaran di luar negeri,” katanya.

I-4 dengan anggota di dalam dan luar negeri, kata dia, dapat memfasilitasi dan mengupayakan pembentukan wadah yang menjembatani akademisi dengan industri.

Baca juga: I-4: Pengembangan SDM momentum 65 tahun hubungan Indonesia-Jepang
Baca juga: Jepang nilai potensi kerja sama Indonesia masih menarik untuk bisnis


Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2023