Kedokteran presisi akan memberi efek samping yang lebih kecil sehingga secara genomik dokter dapat memberikan obat yang paling cocok kepada pasien
Depok (ANTARA) - Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Prof dr Dante Saksono Harbuwono dalam orasi ilmiahnya pada Upacara Peringatan Dies Natalis Ke-73 Universitas Indonesia (UI) membahas strategi resiliensi kesehatan, dimana pola epidemi penyakit di Indonesia berubah dari waktu ke waktu.

"Pada tahun 1990-an teknologi kedokteran mencatat bahwa kematian akibat penyakit disebabkan oleh infeksi. Pola tersebut berubah dua puluh tahun kemudian, yaitu dari pola penyakit infeksi menjadi pola penyakit tidak menular," kata Dante Saksono Harbuwono dalam keterangannya, Jumat.

Bahkan, lanjut dia, penyakit seperti stroke, penyakit jantung, diabetes, dan sirosis, menjadi penyebab kematian terbesar di Indonesia. Angka kematian akibat penyakit ini mencapai 625 ribu per tahun dengan menelan biaya sebesar Rp14,3 triliun.

Baca juga: Kemenkes: Kolaborasi pengetahuan dukung resiliensi layanan kesehatan

Untuk itu Prof Dante menyebutkan perlunya sinergi dari berbagai pihak, termasuk universitas, untuk menciptakan inovasi demi terwujudnya resiliensi atau ketahanan nasional di bidang kesehatan.

Dalam orasi ilmiahnya yang berjudul "Inovasi Teknologi Kesehatan untuk Membangun Ketahanan Nasional," Prof. Dante menyebut ada tiga strategi inovasi teknologi kesehatan nasional yang digalakkan pemerintah untuk mewujudkan ketahanan di bidang kesehatan.

Tiga strategi tersebut adalah inovasi obat dan alat kesehatan (alkes) untuk meningkatkan produksi lokal, inovasi teknologi digital untuk mengintegrasikan data, dan mendekatkan layanan kesehatan, serta inovasi bioteknologi untuk kedokteran yang lebih presisi.

Baca juga: UI fokus kolaborasi dengan pemerintah & industri demi kemajuan riset

Ketiga strategi itu, lanjutnya, dapat terlaksana salah satunya melalui sinergi dengan universitas. Universitas sebagai pusat ilmu pengetahuan, berperan penting dalam mendorong inovasi kesehatan. Kerja sama universitas dengan berbagai pihak akan mampu menciptakan ketahanan obat dan alkes, produk digital, dan kedokteran presisi bagi masyarakat.

"Kedokteran presisi akan memberi efek samping yang lebih kecil sehingga secara genomik dokter dapat memberikan obat yang paling cocok kepada pasien," kata Wamenkes. 

Selain itu pada kasus kanker payudara misalnya, penyakit ini dulu dideteksi dengan mammografi dan pasien diperiksa pada usia 50 tahun. Dengan kedokteran presisi, mutasi gen BRCA penyebab kanker dapat dideteksi lebih dini. Dengan memetakan gen, mutasi gen BRCA dapat diketahui sehingga penderita dapat diperiksa pada usia 20 tahunan.

Baca juga: Kemenkes-MD Anderson kerja sama tingkatkan layanan pasien kanker
Baca juga: Sumatera Utara jadi tuan rumah peringatan Hari Kanker Nasional besok

Pewarta: Feru Lantara
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023