Guangzhou, China (ANTARA) - Berbalut kostum hitam serta mengayunkan sebuah alat peraga berbentuk ular berwarna hitam dan putih, Chen Zhihui memimpin puluhan penampil yang memukulkan kedua stik drum mereka dengan gerakan berirama, seraya menampilkan tarian yang memesona secara serempak.

Tari Yingge, atau "menari mengikuti nyanyian pahlawan", memadukan seni opera, tari, dan seni bela diri. Berasal dari Dinasti Ming (1368-1644), tari tradisional ini kerap ditampilkan dalam berbagai festival tradisional masyarakat China. Tari Yingge menjadi populer selama perayaan Tahun Baru Imlek tahun ini karena video-video yang menampilkan tarian tersebut ditonton jutaan kali secara daring.

Chen, yang memimpin pertunjukan tari tersebut, berasal dari Tongyu di Kota Shantou, Provinsi Guangdong, China selatan. Chen memiliki pengalaman lebih dari 20 tahun dalam tari Yingge dan mendapat julukan "ular besar", karena sosoknya yang kekar dan membawakan tari ular.

Sebelum Festival Musim Semi 2023, Chen hanya memiliki sekitar 2.000 pengikut di Douyin, TikTok versi China. Namun, setelah Festival Musim Semi, jumlah pengikutnya meningkat menjadi sekitar 20.000. Bahkan, banyak orang dari provinsi-provinsi lain datang untuk berfoto dengannya.

Tari Yingge kontemporer berkaitan erat dengan "Batas Air" (Water Margin), sebuah novel klasik China. Tari Yingge kerap ditampilkan oleh 36 orang, sesuai dengan 36 pahlawan dalam novel tersebut, menurut Chen Songqi, seorang pelatih tari Yingge.

Durasi pertunjukan tari Yingge bervariasi, dengan beberapa acara berskala besar dapat berlangsung sepanjang hari. Kelompok tari Yingge sebagian besar terdiri dari kelompok-kelompok amatir dari masyarakat, dan anggotanya hanya bisa berlatih pada malam hari setelah bekerja.

Untuk mempersiapkan pertunjukan yang berlangsung selama sehari penuh, kelompok tari Yingge harus berlatih setidaknya setengah tahun, menurut Chen Songqi. Tampil dengan mengenakan kostum dan alat-alat peraga yang berat serta melakukan pertunjukan selama beberapa jam menjadi tantangan besar bagi para penampil, imbuhnya.

"Terlepas dari tuntutan fisiknya, semakin banyak kaum muda yang bergabung dengan tim latihan karena kecintaan mereka terhadap budaya tradisional," tuturnya.
 
   Wu Yanhua (27) merupakan wakil ketua dari kelompok tari perempuan setempat. "Berlatih menari Yingge tidak hanya meningkatkan kebugaran fisik, tetapi juga membantu orang-orang belajar dan memahami budaya tradisional, serta terbukti populer di kalangan orang tua dan pelajar," ungkapnya, seraya menambahkan bahwa kelompok tarinya menerima banyak pelajar perempuan


Wu berhenti dari pekerjaannya sebagai guru taman kanak-kanak untuk membuka salon perawatan kuku, agar dirinya dapat memiliki lebih banyak waktu untuk menari dan mengajar tari Yingge dalam jangka panjang.

"Saya sering mendapatkan inspirasi gerakan tari baru dalam keseharian saya," kata Wu. "Suatu kali, saya melihat seorang warga lanjut usia berlatih Tai Chi di sebuah taman, dan menciptakan gerakan tari baru yang menggabungkan seni bela diri kuno."

Beberapa anggota dari kelompok tari Yingge pimpinan Wu menampilkan seni tari tersebut ke berbagai tempat. Xiao Jingtong, mahasiswa tahun kedua, bersama seniornya yang bernama Zheng Yuanxuan, mendirikan klub tari Yingge di kampus mereka.

"Sekarang tim ini memiliki lebih dari 20 anggota, banyak dari mereka berasal dari luar kawasan Chaoshan," ujar Xiao. "Saya yakin meningkatnya publisitas yang dialami tari Yingge tahun ini akan membuat lebih banyak orang menyadari pesona budaya tradisional ini," demikian Xinhua dikutip Jumat.


 

Penerjemah: Xinhua
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2023