Singapura (ANTARA) - Dolar dan sterling mendapat dukungan di perdagangan Asia pada Rabu sore, setelah rebound mengejutkan dalam aktivitas bisnis di Amerika Serikat dan Inggris meningkatkan kemungkinan bahwa bank sentral masing-masing akan melangkah lebih jauh dalam menaikkan suku bunga.

Di tempat lain, euro berusaha untuk menutup kerugiannya dari sesi sebelumnya, bahkan saat PMI gabungan zona euro naik ke level tertinggi sembilan bulan di 52,3 pada Februari, didukung oleh pertumbuhan jasa yang sangat kuat.

Data yang dirilis pada Selasa (21/2/2023) menunjukkan bahwa aktivitas bisnis AS secara tak terduga pulih pada Februari mencapai level tertinggi dalam delapan bulan, sementara Indeks Manajer Pembelian (PMI) komposit Inggris juga melonjak menjadi 53,0 bulan ini, di atas ambang batas pertumbuhan 50 untuk pertama kalinya sejak Juli.

Dolar naik secara luas sementara sterling terakhir dibeli 1,21015 dolar, mempertahankan sebagian besar kenaikan 0,6 persen sehari sebelumnya.

Euro terkerek 0,05 persen menjadi 1,0652 dolar, setelah jatuh 0,36 persen di sesi sebelumnya.

"Itu semacam masalah relativitas, dalam arti bahwa sementara sektor jasa berkinerja lebih baik secara keseluruhan, peningkatan ekstra yang didapat sterling adalah karena kinerja yang sangat, sangat kuat," kata Rodrigo Catril, ahli strategi mata uang senior di National Australia Bank.

"Saya pikir euro masih dalam situasi yang lebih sulit, mengingat ada anggapan umum bahwa ECB masih memiliki lebih banyak pekerjaan yang harus dilakukan, dan itu memberikan sedikit tekanan dalam hal prospek pertumbuhan mereka."

Di antipode, kiwi terakhir 0,1 persen lebih tinggi pada 0,62195 dolar AS, setelah naik ke tertinggi harian di 0,6248 dolar AS di awal sesi menyusul kenaikan suku bunga hawkish dari Bank Sentral Selandia Baru (RBNZ).

RBNZ pada Rabu menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin seperti yang diharapkan, dan mengisyaratkan pengetatan lebih lanjut karena inflasi dalam perekonomian masih terlalu tinggi.

"Tekanan naik terhadap inflasi menyebar luas, jadi kecuali roda ekonomi segera jatuh, kenaikan 50 basis poin lainnya tampaknya mungkin terjadi pada tahap ini," kata Matt Simpson, analis pasar senior di City Index.

"Tapi waktunya bisa ditentukan oleh dampak langsung Topan Gabrielle."

Aussie merosot 0,31 persen menjadi 0,6835 dolar AS, tertekan oleh data hari Rabu yang menunjukkan bahwa upah Australia tumbuh pada laju tahunan tercepat dalam satu dekade di kuartal terakhir, tetapi masih jauh dari perkiraan pasar. Itu bisa mengurangi tekanan untuk kenaikan suku bunga lokal yang lebih agresif.

Terhadap yen Jepang, dolar tergelincir sedikit ke 134,91, setelah naik ke level tertinggi dua bulan di 135,23 yen di sesi sebelumnya.

Indeks dolar AS berdiri di 104,15, setelah naik 0,3 persen pada Selasa (21/2/2023).

Rebound dalam aktivitas bisnis AS muncul di belakang serangkaian data ekonomi yang tangguh baru-baru ini yang menunjukkan pasar tenaga kerja masih ketat, inflasi kaku, dan penjualan ritel yang kuat di ekonomi terbesar di dunia tersebut.

Pasar sejak itu menaikkan ekspektasi mereka tentang seberapa tinggi Federal Reserve perlu menaikkan suku bunga untuk menjinakkan inflasi.

Fokus investor sekarang beralih ke rilis risalah dari pertemuan terbaru Fed pada Rabu, yang dapat menawarkan lebih banyak wawasan tentang pertimbangan dan rencana pembuat kebijakan.

"Dibutuhkan lebih dari dua minggu, sejumlah besar komentar hawkish dan data yang kuat, agar pasar perlahan-lahan menyadari fakta bahwa suku bunga terminal yang lebih tinggi adalah jalur yang lebih mungkin bagi Fed, dan bagi kita untuk melupakan pemotongan tahun ini," kata Simpson dari City Index.

Baca juga: Wall St jatuh terseret kekhawatiran suku bunga lebih tinggi lebih lama
Baca juga: Harga minyak stabil di awal sesi Asia, investor tunggu komentar Fed AS
Baca juga: Emas tergelincir 7,70 dolar AS tertekan oleh "greenback" lebih kuat

 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2023