Jakarta (ANTARA) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bahwa sebuah fatwa harus dapat terimplementasikan dengan baik dan menjawab permasalahan umat, jika ingin diterima secara positif di dalam masyarakat.

“Agar bisa diterima masyarakat, fatwa yang ditetapkan harus dipastikan dapat terimplementasi. Sebelum fatwa ditetapkan, mufti harus mengenal bagaimana kondisi mustafti dan dampak yang ditimbulkan dalam hal implementasi fatwa,” kata Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Ni’am Sholeh dalam Pengukuhan Guru Besar dan Orasi Ilmiah Prof. Dr. H. M. Asrorun Ni’am Sholeh, M.A. di Jakarta, Rabu.

Asrorun menuturkan bahwa sebuah fatwa, harus bisa melihat secara gamblang seperti apa realitas sosial yang jadi permasalahan di masa kini, serta bagaimana konteks dan jenis fatwa yang diminta. Hal lain yang harus diperhatikan juga adalah siapa pihak yang menjalankan dan dampak yang ditimbulkan jika fatwa dilaksanakan.

Ia mencontohkan seperti halnya fatwa dari MUI yang terkait COVID-19. Dirinya menggambarkan bahwa penerapan protokol kesehatan berpengaruh dalam redefinsi pemahaman dan praktik hukum Islam, khususnya ibadah yang dilaksanakan secara berjamaah.

Shalat Jumat misalnya, beberapa orang tetap beranggapan hal tersebut adalah sebuah kewajiban yang tak bisa ditinggalkan. Padahal di awal pandemi, semua orang dipaksa menjaga jarak guna mengurangi infeksi COVID-19.

Baca juga: Asrorun Ni'am dikukuhkan jadi Guru Besar Fikih UIN Jakarta

Pandemi kemudian memunculkan dilema. Dalam hal ini, Asrorun mencontohkan salah satu fatwa yang bisa diimplementasikan secara nyata adalah fatwa MUI yang mengeluarkan fatwa tentang penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadi wabah COVID-19, yang ditujukan sebagai panduan bagi umat Islam untuk tetap taat menjalankan ibadah, yang tetap berkomitmen terhadap penanggulangan wabah.

Fatwa MUI lainnya yang diakui adalah saat Ramadhan dan Idul Fitri 2020, MUI menetapkan fatwa tentang panduan kaifiat takbir dan shalat IdulFitri saat pandemi COVID-19. Salah satu yang diatur dalam fatwa ini adalah ketentuan shalat Idul Fitri di rumah, sesuatu yang tidak lazim tapi dibolehkan secara fikih.

Menurutnya memang tak jarang bakal muncul pro dan kontra dalam masyarakat, bahkan adanya tuduhan pendangkalan keagamaan. Namun akhirnya fatwa-fatwa MUI seperti yang terkait dengan COVID-19, diterima sebagai panduan dalam perilaku keagamaan publik dan juga dijadikan dasar serta rujukan dalam menetapkan kebijakan publik.

Bukti lain yang ia paparkan adalah survei yang dilakukan oleh Kementerian Agama RI dengan responden 13.549 orang Muslim, menguji pengetahuan umat Islam terhadap fatwa MUI terkait pencegahan penyebaran COVID-19. Hasilnya menunjukkan penerimaan fatwa MUI dalam masyarakat pun cukup tinggi.

“Pendekatan fatwa dengan memperhatikan aspek tathbiqi ini memungkinkan fatwa bisa hidup dan menjadi panduan dalam perilaku keagamaan publik, meski menghentak kesadaran keagamaan yang selama ini telah terpraktikan lama,” katanya.
​​​​​​
Baca juga: MUI: Hukum Islam telah menyatu dalam perilaku masyarakat melalui fatwa
Baca juga: MUI: Pola pembayaran BPIH dari nilai manfaat dicatat secara keagamaan

 

 

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023