Jakarta (ANTARA) - Pakar kesehatan dari Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama meminta Pemerintah Indonesia mengkoordinasikan seluruh Kementerian Kesehatan negara ASEAN untuk kewaspadaan dan antisipasi flu burung.

"Untuk antisipasi flu burung sekarang ini, karena Indonesia sekarang memegang Keketuaan ASEAN maka akan baik kalau Kementerian Kesehatan kita mengkoordinasikan seluruh Kementerian Kesehatan negara ASEAN untuk kewaspadaan dan antisipasi flu burung," ujar Tjandra melalui pesan singkat di Jakarta, Minggu.

Ia mengemukakan, terdapat tiga hal dalam kewaspadaan dan antisipasi flu burung. Pertama, mendeteksi apakah ada kasus di negara ASEAN lain di luar Kamboja (termasuk Indonesia).

Baca juga: Pakar: Waspadai flu burung sebagai pemicu pandemi selanjutnya

Kedua, kalau memang ada maka perlu upaya maksimal untuk mengendalikan pada sumbernya supaya kasus tidak keluar ke negara lain.

"Dan ketiga, negara yang belum ada kasus perlu membentengi diri agar jangan kemasukan," kata Direktur Pasca-Sarjana Universitas YARSI itu.

Untuk masyarakat di Indonesia, lanjut dia, ada lima hal yang perlu dilakukan, pertama adalah surveilans ketat pada unggas dan manusia untuk mendeteksi awal jika sudah ada kasus.

Baca juga: Dinkes Bali perintahkan segera lapor jika ditemukan kasus Flu Burung

"Untuk unggas deteksinya bisa di tiga tempat, yakni peternakan, pasar ayam, dan lingkungan rumah. Untuk manusia dapat dideteksi di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lain, apalagi kalau ada klaster beberapa orang dengan gejala yang sama," katanya.

Untuk kewaspadaan dan antisipasi kedua, kata Tjandra, jika ada kecurigaan kasus pada manusia dan hewan maka tim yang turun ke lapangan harus dari tim gabungan antara kesehatan dan kesehatan hewan.

Ketiga, sarana diagnosis dicek ulang kesiapan dan ketersediaannya jika nanti diperlukan secara luas. Keempat, cek ketersediaan obat flu burung seperti Oseltamivir dengan merek Tamiflu.

Baca juga: Transformasi kesehatan cegah Indonesia jadi negara banyak penyakit

Kelima, terus bekerja sama dengan WHO untuk memantau setidaknya perkembangan kasus di berbagai negara, perkembangan genomik kasus pada manusia dan unggas, serta kerja sama internasional untuk ketersediaan logistik yang mungkin akan diperlukan.
 

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2023