Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memeriksa kasus pencemaran laut akibat tumpahan aspal usai kapal tanker bermuatan 1.900 ton aspal karam di perairan Desa Humene Siheneasi, Kecamatan Tugala Oyo, Kabupaten Nias Utara, Provinsi Sumatra Utara.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani menuturkan dampak pencemaran maupun kerusakan ekosistem laut dapat mengganggu kemampuan jasa ekosistem laut.

"Bahan pencemar tidak hanya berpotensi mengganggu kehidupan biota laut, namun juga membahayakan masyarakat yang mengkonsumsi hasil tangkapan laut dari area terdampak," ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Senin.

Rasio menuturkan pencemar laut bersinggungan dengan implementasi agenda biru nasional dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi kelautan yang lebih berkelanjutan.

"Oleh karena itu, saya telah menginstruksikan tim untuk melakukan upaya penegakan hukum guna mewajibkan MT A mengembalikan kerugian lingkungan hidup dan melakukan pembersihan pesisir dan laut akibat tumpahan muatan MT A," imbuhnya.

Kapal MT A yang karam itu disebabkan oleh kebocoran badan kapal sebelah kanan akibat hantaman ombak dan kondisi kapal yang sudah berkarat. MT A merupakan kapal jenis tanker berbendera Gabon dan membawa 20 awak berkewarganegaraan India.

Tumpahan aspal di lokasi mencapai radius 50 kilometer hingga Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kabupaten Nias Utara (Perairan Toyolawa, Lahewa). Kondisi itu menyebabkan nelayan setempat tidak dapat melaut dan kehilangan mata pencaharian.

Baca juga: KKP tindaklanjuti kasus aspal mentah yang cemari perairan Nias

Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup KLHK Jasmin Ragil Utomo mengatakan kegiatan verifikasi sengketa lingkungan hidup terhadap karamnya MT A merupakan tahapan awal dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan, yang kemudian akan ditindaklanjuti dengan tahap klarifikasi dan tahap-tahap selanjutnya yang meliputi tahap penghitungan kerugian, dan negosiasi maupun fasilitasi.

"Kami menilai penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan lebih efektif dalam penyelamatan kerugian lingkungan hidup atau masyarakat terdampak karena proses penyelesaiannya memakan waktu relatif lebih cepat dan dengan biaya lebih murah,” kata Ragil.

Kegiatan verifikasi itu dilakukan sejak tanggal 25 Februari hingga 1 Maret 2023 oleh Tim Verifikasi Sengketa Lingkungan Hidup KLHK bersama dengan ahli ekotoksikologi, ahli valuasi ekonomi sumber daya pesisir dan laut, ahli terumbu karang, ahli bioekologi karang, serta ahli oseanografi terapan atau modeling.

Para ahli tersebut bersifat independen untuk menilai terjadinya pencemaran maupun kerusakan lingkungan hidup, menentukan bentuk dan besarnya kerugian lingkungan hidup atau masyarakat terdampak, serta tindakan pembersihan tumpahan muatan yang harus dilakukan oleh MT A.

KLHK akan menuntut ganti kerugian lingkungan hidup yang didasarkan atas hasil penghitungan dari ahli valuasi, termasuk tindakan pemulihan pesisir laut yang harus dilakukan oleh pemilik kapal tanker tersebut.

Selain itu, KLHK akan memfasilitasi penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan akibat kerugian masyarakat atas dasar permintaan dari masyarakat terdampak.

Kegiatan verifikasi itu dilakukan secara survei gabungan dengan melibatkan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Nias Utara, serta pemilik atau perwakilan dari MT A.

Baca juga: Indonesia serius tangani sampah
Baca juga: KLHK gelar rapat kerja pengendalian perubahan iklim

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023