Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memperkenalkan Aplikasi Elektronik Siap Nikah Siap Hamil (Elsimil) sebagai ‘senjata’ mencegah stunting pada anak kepada perwakilan yang hadir dalam Pertemuan Parlemen Arab-Asia.

“BKKBN berupaya memfasilitasi hal tersebut (pengentasan stunting), melalui aplikasi bagi calon pengantin,” kata Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan BKKBN Rizal M. Damanik dalam pertemuan yang diikuti di Jakarta, Rabu.

Dalam pertemuan bertajuk “Penanganan Pemberdayaan Remaja dan Kekerasan Berbasis Gender” itu, Damanik menceritakan kehadiran Elsimil didasari dari situasi Indonesia yang dihadapkan pada adanya proyeksi sebanyak seperlima bayi yang lahir berpotensi mengalami stunting.

Data dari Survei Status Gizi Balita (SSGI) pada 2022 pun, angka prevalensi stunting menyentuh 21,6 persen. Artinya, angka tersebut masih melewati batas yang ditentukan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni 20 persen.

Baca juga: BKKBN angkat isu bahaya nikah dini di pertemuan Parlemen Arab-Asia

Baca juga: Wamenag: Majelis taklim bisa ambil bagian dalam pencegahan stunting


Celakanya, tingginya angka stunting tidak hanya memberikan dampak terhadap kehidupan anak tersebut, tetapi akan memberikan dampak terhadap kualitas sumber daya manusia Indonesia di masa depan.

“Stunting merupakan masalah multidimensional yang perlu diatasi bersama,” ujarnya.

Dengan urgensi dari masalah tersebut, Damanik menjelaskan jika Elsimil digunakan sebagai alat untuk mendeteksi risiko melahirkan anak stunting sejak calon pengantin atau pasangan usia subur melalui skrining kesiapan menikah dan hamil.

Selanjutnya, hasil skrining tersebut akan menjadi potret kondisi kesiapan menikah dan hamil yang harus dipahami oleh setiap calon. Sehingga menjadi input dalam melakukan edukasi kesehatan reproduksi dan gizi. Melalui Tim Pendamping Keluarga (TPK), yang terdiri dari bidan, kader PKK, dan kader KB.

“TPK akan memberikan informasi, edukasi, dan konseling secara virtual atau tatap muka kepada tiap calon untuk memastikan kondisi risiko stunting teridentifikasi, dipahami, dan ditindaklanjuti dengan upaya-upaya kesehatan dan peningkatan status gizi sehingga pada saat menikah berada dalam kondisi ideal,” katanya.

Upaya tersebut senada dengan fokus intervensi pemerintah pada tiga tahapan kritikal dalam siklus hidup manusia yaitu fase pra nikah, hamil dan pasca kelahiran. Apalagi pada fase pra nikah, langkah intervensi difokuskan pada mereka yang baru akan menikah dan merencanakan kehamilan.

Sebab, data dari Kementerian Agama menyebut setiap tahun ada sekitar dua juta pernikahan di Indonesia. 80 persen dari jumlah tersebut kemudian akan segera hamil dan melahirkan. Sehingga bagi mereka yang akan menikah, tiga bulan sebelum pernikahan diharapkan melaporkan status gizinya untuk dapat dilakukan langkah intervensi pencegahan stunting.

Meski terus membuat inovasi, Damanik mengaku BKKBN tidak dapat bekerja sendiri mengemban tugas tersebut. Dukungan dan kolaborasi sangatlah penting.

“Ditambah dengan program intervensi yang terfokus pada celah constraint yang memiliki daya ungkit yang tinggi dalam percepatan penurunan stunting,” katanya.

Sebagai informasi, Pertemuan Parlemen Arab-Asia merupakan sebuah acara inter-regional untuk menindaklanjuti Komitmen ICPD25: Mengatasi Pemberdayaan Pemuda dan Kekerasan Berbasis Gender yang digelar pada tanggal 1 hingga 2 Maret 2023 di Jakarta.

Sekitar 25 anggota parlemen dari negara Arab dan Asia hadir secara luring maupun daring, dengan tujuan berdiskusi terkait setiap isu yang mempengaruhi pemuda dan kekerasan berbasis gender hingga advokasi kebijakan yang dibutuhkan di masa depan.*

Baca juga: Menpan RB: NTB harus fokus tingkatan gizi ibu hamil

Baca juga: Kalimantan Tengah kolaborasikan tiga program cegah stunting dari hulu


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023