Milan (ANTARA) - Kejaksaan Italia telah membuka penyelidikan terhadap mantan Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte atas dugaan kesalahan dalam penanganan pandemi COVID-19 pada awal 2020, menurut beberapa sumber pada Kamis.

Selain Conte, mantan Menteri Kesehatan Roberto Speranza, Gubernur Lombardia Attilio Fontana, serta pejabat dinas kesehatan nasional dan daerah termasuk dalam 19 orang yang diselidiki, tambah sumber tersebut.

Pada Rabu (1/3) malam, kejaksaan di Kota Bergamo, episentrum wabah COVID-19 yang bermula pada Februari 2020, mengeluarkan pernyataan bahwa mereka telah menyelesaikan penyelidikan terhadap 17 orang, tanpa menyebutkan nama.

Kejaksaan Bergamo menjelaskan mereka hanya menyebutkan 17 orang adalah karena berkas terkait mantan PM dan mantan menkes itu telah dialihkan ke pengadilan terpisah yang menangani petinggi pemerintah berdasarkan hukum Italia.

Dugaan pidana yang dituduhkan kepada mereka adalah pembunuhan ganda, kesalahan menangani epidemi, dan penolakan melaksanakan prosedur resmi.

Penyelidikan kejaksaan Bergamo tersebut terkait pada dua masalah. Pertama, penguncian wilayah tidak dilakukan lebih awal di daerah-daerah sekitar Bergamo yang amat terdampak COVID-19, dan kedua, rencana penanganan pandemi Italia tidak diperbarui sejak 2006.

Conte, yang menjabat sebagai PM dari 2018 hingga 2001 dan kini memimpin partai oposisi Gerakan Bintang Lima (M5S), mengatakan ia akan bekerja sama dalam penyelidikan tersebut.

"Saya hadapi negara ini dengan ketenangan, dan saya telah bekerja dengan komitmen terkuat di masa-masa paling menantang yang pernah dihadapi republik kita," kata Conte.

Sementara itu, Speranza mengatakan bahwa ia telah bertindak demi kepentingan terbaik negara dan siap mempertanggungjawabkan kebijakannya.

Pengacara Fontana, Iacopo Pensa, juga menyatakan bahwa kliennya telah diperiksa sebagai saksi dan tidak seharusnya diselidiki lebih lanjut.

"Amat memalukan jika seseorang yang tadinya diperiksa sebagai saksi, kemudian mendapati dirinya akan diselidiki dari berita koran, sangat memalukan," kata Fontana kepada sebuah stasiun radio pada Kamis.

Asosiasi keluarga korban COVID-19 lewat surel menyatakan bahwa orang-orang yang meninggal dalam pandemi tersebut adalah korban ketidakcakapan dan ketidakefisienan institusi.

"Mulai hari ini, sejarah pembantaian Bergamo dan Lombardia tengah ditulis ulang ... Italia lupa bahwa yang terjadi pada musim panas 2020 bukan karena COVID, melainkan karena keputusan tertentu, atau tidak adanya keputusan," menurut asosiasi tersebut.

Sumber: Reuters

Baca juga: PM Meloni berencana pimpin sendiri pemulihan pasca-COVID di Italia
Baca juga: Tingkat rawat inap akibat virus corona melonjak di Italia

Penerjemah: Nabil Ihsan
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2023