Seoul (ANTARA) - Pemerintah Korea Selatan (Korsel) pada Senin akan mengumumkan tawarannya untuk memberikan kompensasi kepada korban kerja paksa yang terjadi selama masa perang dengan Jepang.

Kompensasi itu disebutkan diperoleh dari dana yang dikumpulkan melalui sumbangan dari perusahaan domestik, bukan dari pembayaran langsung dari perusahaan Jepang yang bertanggung jawab, menurut beberapa sumber.

Di bawah skema yang akan diumumkan oleh kementerian luar negeri, Yayasan Korban Mobilisasi Paksa oleh Kekaisaran Jepang diperkirakan akan memperoleh sumbangan dari perusahaan Korsel.

Salah satu perusahaan tersebut adalah produsen baja POSCO, yang memperoleh keuntungan dari perjanjian bilateral pada 1965, di mana Jepang menawarkan hibah sebesar 300 juta dolar AS (sekitar Rp4,5 triliun) kepada Seoul untuk kompensasi.

Yayasan tersebut dibentuk pada 2014 di bawah cabang Kementerian Dalam Negeri Korsel sesuai dengan undang-undang khusus terkait.

Para korban dan kelompok sipil pendukung telah memprotes keras rencana tersebut selama audiensi publik pada Desember.

Pada 2018, Mahkamah Agung Korsel memerintahkan dua perusahaan Jepang - Mitsubishi Heavy Industries Ltd. dan Nippon Steel Corp. -- untuk memberikan kompensasi kepada para korban kerja paksa.

Sementara Tokyo bersikeras bahwa semua isu kompensasi terkait penjajahan Jepang di Korsel pada 1910-1945 telah diselesaikan dalam kesepakatan pada 1965 untuk menormalkan hubungan diplomatik bilateral.

Seoul dan Tokyo telah beberapa kali menggelar perundingan resmi untuk membahas isu pelik tersebut selama beberapa bulan terakhir.

Upaya itu sesuai dengan dorongan pemerintahan konservatif Yoon Suk Yeol untuk memperkuat kemitraan keamanan trilateral dengan Amerika Serikat (AS) dan Jepang guna melawan ancaman militer Korea Utara (Korut).

Kedua belah pihak secara tentatif telah sepakat membuat "dana pemuda masa depan" untuk mensponsori beasiswa bagi para mahasiswa, menurut seorang sumber informasi.

Sebaliknya, Jepang diharapkan untuk menyatakan niatnya untuk menghormati deklarasi gabungan pada 1998 yang diadopsi oleh Presiden Kim Dae-jung dan mantan perdana menteri Keizo Obuchi.

Dalam deklarasi tersebut, kedua pemimpin menyerukan penyelesaian isu di masa lalu dan membangun hubungan baru, dan Obuchi menyampaikan penyesalan atas "kerugian dan rasa sakit yang mendalam" akibat penjajahan Jepang terhadap rakyat Korea.

Sumber: Yonhap-OANA
Baca juga: PM Kishida dukung permintaan maaf ke Korsel atas agresi Jepang
Baca juga: Korsel akan umumkan solusi perselisihan masa perang dengan Jepang
Baca juga: Korsel nilai Jepang sudah berubah dari agresor jadi mitra

Penerjemah: Katriana
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2023