New York City (ANTARA) - Dua dekade setelah Amerika Serikat (AS) menginvasi Irak, 61 persen warga AS tidak berpendapat bahwa negara itu mengambil keputusan yang tepat dengan melakukan invasi tersebut, menurut jajak pendapat terbaru Axios/Ipsos.

"Kekacauan dan kehancuran yang diakibatkan oleh invasi tersebut membuat generasi masyarakat AS dan para pemimpin mereka menjadi lebih skeptis terhadap penggunaan kekuatan militer di luar negeri, khususnya di Timur Tengah," menurut laporan tentang jajak pendapat Axios yang diterbitkan pekan lalu.

Invasi itu menggulingkan seorang "diktator brutal", tetapi "memicu ketidakstabilan selama 20 tahun di Irak, serta merusak posisi AS di dunia," menurut laporan itu.

Pada 17 Maret 2003, presiden AS saat itu, George W. Bush, mengeluarkan ultimatum bahwa negaranya akan mengambil tindakan militer jika Saddam Hussein, yang saat itu Presiden Irak, tidak meninggalkan Irak dalam kurun waktu 48 jam. Pada 19 Maret, bom mulai berjatuhan di Baghdad, dan pada 20 Maret, invasi darat pun dimulai.

Invasi tersebut sangat kontroversial di luar AS, tetapi saat itu sangat populer di negara tersebut. Jajak pendapat Pew pada Februari 2003 menemukan bahwa 66 persen warga AS menyetujui aksi militer tersebut dan hanya 26 persen yang tidak setuju.

Meski demikian, pemerintahan Bush menjustifikasi invasi tersebut dengan alasan bahwa Saddam Hussein memiliki senjata pemusnah massal, yang tidak pernah ditemukan.

Sebanyak 57 persen warga AS saat itu juga memercayai, secara keliru, bahwa Saddam Hussein berperan dalam serangan 11 September, menurut Pew.

 

Pewarta: Xinhua
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2023