Kita lihat perkembangan terakhir, saat rapat dewan BI terakhr, BI cukup confirmed ya bahwa inflasi akan cenderung melambat sampai akhir tahun ini, nilai tukar rupiah juga akan cenderung stabil, jadi kemungkinan BI masih akan mempertahankan suku bunga
Jakarta (ANTARA) - Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memproyeksi naiknya suku bunga acuan Bank Sentral AS The Federal Reserve atau Fed Fund Rate (FFR) sebesar 0,25 persen tidak akan diikuti oleh Bank Indonesia (BI) untuk turut menaikkan suku bunga acuannya pada April mendatang.

“Kita lihat perkembangan terakhir, saat rapat dewan BI terakhr, BI cukup confirmed ya bahwa inflasi akan cenderung melambat sampai akhir tahun ini, nilai tukar rupiah juga akan cenderung stabil, jadi kemungkinan BI masih akan mempertahankan suku bunga acuannya,” kata Josua saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.

Pada pertengahan Maret lalu, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) memutuskan untuk tidak menaikkan suku bunga acuan BI alias BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR), melainkan mempertahankannya di level 5,75 persen. Suku bunga deposit facility tetap dipertahankan pada level 5 persen dan suku bunga lending facility juga tetap di posisi 6,5 persen.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan keputusan tersebut konsisten dengan stance kebijakan moneter pre-emptive dan forward looking untuk memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi ke depan.

Sementara itu, Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic Law and Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira justru memperkirakan kenaikan suku bunga The Fed juga akan diikuti oleh peningkatan suku bunga acuan BI atau BI 7-Day Reverse Repo Rate oleh Bank Indonesia.

”Artinya BI akan menaikkan 25-50 bps, tren kenaikan suku bunga masih terus berlanjut,” ucap Bhima.

Menurut Bhima, yang perlu diwaspadai dari naiknya suku bunga acuan The Fed adalah dampaknya terhadap nilai tukar rupiah di mana investor cenderung untuk lebih memiilih aset yang aman.

“Karena bagaimanapun juga efeknya akan membuat rupiah melemah terhadap dolar. Investor akan mencari aset-aset yang aman. Itu yang membuat otoritas keuangan harus mendorong stabilitas nilai rupiah. Jadi baru keliatan efeknya di kuartal kedua. Ditambah ada resiko dari stabilitas global setelah serial gagal bayar perbankan regional di Amerika,” ujar Bhima.

Sebelumnya, The Fed kembali memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps atau 0,25 persen pada Kamis (23/3) lalu.

Kenaikan suku bunga The Fed dinilai penting mengingat bahwa pasar keuangan telah bergolak oleh kepercayaan yang goyah terhadap bank-bank secara global menyusul penarikan dana besar-besar di Silicon Valley Bank dua minggu lalu dan kematian mendadak Credit Suisse.

Baca juga: DPR sepakati Perry Warjiyo jadi Gubernur BI
Baca juga: BI pertahankan suku bunga acuan tetap di level 5,75 persen
Baca juga: BI yakini kebangkrutan bank di AS tidak berdampak besar ke Tanah Air


Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Citro Atmoko
Copyright © ANTARA 2023