Ia melukai dua dari orang-orang yang berada di dalam jeep tersebut dengan kampak. Salah satu agen Shin Bet menembak `teroris` itu dan membunuhnya."
Yerusalem (ANTARA News) - Pasukan Israel dari badan keamanan internal Shin Bet menembak mati seorang Palestina di Tepi Barat, Senin, setelah ia menabrakkan mobilnya dan menyerang mereka dengan kampak, kata dinas intelijen tersebut.

"Selama operasi Shin Bet di daerah Deir Sharaf, sebuah kendaraan Palestina menabrak jeep militer. Akibat tabrakan yang disengaja itu, jeep tersebut terbalik dan semua penumpangnya cedera ringan," kata badan keamanan itu., lapor AFP.

"Tak lama kemudian, supir Palestina keluar dari kendaraannya dan mendekati jeep itu dengan membawa kampak dan meneriakkan `Allahu Akbar`," katanya.

"Ia melukai dua dari orang-orang yang berada di dalam jeep tersebut dengan kampak. Salah satu agen Shin Bet menembak `teroris` itu dan membunuhnya," kata Shin Bet dalam sebuah pernyataan.

Dinas intelijen Israel itu mengatakan, "informasi awal" menunjukkan bahwa pria itu berasal dari sebuah desa di wilayah baratlaut Tepi Barat dekat kota Tulkarem.

Sebelumnya, polisi Israel mengatakan bahwa jeep itu membawa pasukan Israel.

Beberapa sumber keamanan Palestina mengatakan, mereka telah memperoleh informasi mengenai insiden itu, namun daerah tempat berlangsungnya peristiwa itu telah diumumkan sebagai sebuah zona militer tertutup.

Mereka mengidentifikasi pria itu sebagai Hatem Shabib, warga sebuah desa di dekat kota Tulkarem, Tepi Barat bagian utara.

Pembunuhan warga Palestina itu berlangsung di tengah meningkatnya ketegangan terkait dengan pengumuman Israel untuk membangun 3.000 rumah baru pemukim di Yerusalem Timur dan Tepi Barat, yang disampaikan setelah Palestina memperoleh pengakuan sebagai negara non-anggota di PBB.

Rencana pembangunan itu menyulut kecaman dari berbagai penjuru dunia, termasuk AS selaku sekutu Israel.

Sekretaris Jendral PBB Ban Ki-moon memperingatkan, Minggu (2/12), rencana pembangunan permukiman baru Israel di Yerusalem Timur dan Tepi Barat akan menjadi "pukulan hampir fatal" bagi prospek perdamaian dengan Palestina.

"Permukiman itu ilegal menurut hukum internasional, dan jika permukiman E1 dibangun, maka itu akan menjadi pukulan hampir fatal bagi sisa peluang untuk mencapai penyelesaian dua negara," kata kantor Ban dalam sebuah pernyataan.

Israel sebelumnya telah berjanji membekukan proyek E1 sebagai bagian dari komitmennya sesuai dengan peta jalan internasional bagi perdamaian yang diluncurkan pada 2003.

Palestina menentang keras proyek itu karena sama saja dengan membelah Tepi Barat menjadi dua bagian, yang membuat rumit pembentukan negara Palestina.

Dalam pemungutan suara pada Kamis (29/11) di New York, Mejelis Umum PBB menyetujui sebuah resolusi yang mengakui Palestina dalam perbatasan 1967 sebagai sebuah negara pengamat non-anggota di badan dunia tersebut.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah memperingatkan bahwa dengan melangkah ke PBB, Palestina "melanggar" perjanjian-perjanjian terdahulu dengan Israel, seperti Perjanjian Oslo 1993, dan negaranya akan mengambil tindakan yang sesuai.

Perundingan perdamaian terhenti sejak September 2010, dan Palestina mendesak penghentian pembangunan permukiman sebelum kembali ke meja perundingan, sementara Israel menekankan akan melanjutkan perundingan tanpa syarat.

Israel telah lama khawatir bahwa jika Palestina memperoleh status negara non-anggota di PBB, maka mereka akan memburu negara Yahudi itu untuk kasus-kasus kejahatan perang di Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC), khususnya menyangkut permukiman.

Dengan status baru itu, Palestina kini memiliki akses ke sejumlah besar badan PBB, seperti ICC, namun Presiden Palestina Mahmud Abbas menekankan bahwa ia belum berencana mengajukan permohonan ke pengadilan itu. (M014)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2012