“Terjadinya kelangkaan (minyak goreng) yang dituduhkan kepada pelaku usaha yang dituduhkan oleh KPPU belum cukup kuat buktinya,” ujar Ditha dalam Seminar Penegakan Hukum Persaingan Usaha dalam Penjualan Minyak Goreng Kemasan di Indonesia, di Jakarta,
Jakarta (ANTARA) - Ketua Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha (LKPU) Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Ditha Wiradiputra menilai bukti-bukti yang ditemukan investigator Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam perkara dugaan kartel minyak goreng tidak kuat.

“Terjadinya kelangkaan (minyak goreng) yang dituduhkan kepada pelaku usaha yang dituduhkan oleh KPPU belum cukup kuat buktinya,” ujar Ditha dalam Seminar Penegakan Hukum Persaingan Usaha dalam Penjualan Minyak Goreng Kemasan di Indonesia, di Jakarta, Senin.

Ditha memaparkan, KPPU mengeluarkan Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP) dengan mendalilkan bukti adanya perilaku bersama-sama atau concerted oleh pelaku usaha minyak goreng untuk menaikkan harga pada periode Oktober–Desember 2021 dan periode Maret–Mei 2022.

Menurut Ditha, bukti tersebut lemah karena undang-undang tidak melarang pelaku usaha menaikkan harga secara bersamaan.

“Yang dilarang adalah pelaku usaha berkoordinasi satu dengan yang lainnya untuk menaikkan harga. Jadi, pelaku usaha, bertemu, berkomunikasi, berkoordinasi, bersepakat untuk menaikkan harga secara bersama-sama, itu yang dilarang,” katanya.

Bukti lain yang didalilkan KPPU adalah adanya komunikasi atau interaksi melalui rapat antara pelaku usaha dan asosiasi, sehingga adanya pemberitahuan secara serentak dan bersamaan kepada distributor atau peritel.

Dia mengatakan, bukti itu juga tidak cukup kuat. Ditha menilai, KPPU hanya menduga-duga karena bukti tidak disertai dengan isi dari pertemuan yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan asosiasi tersebut.

“Undang-Undang Persaingan Usaha itu tidak melarang pelaku usaha untuk bertemu, berkumpul di dalam satu asosiasi. Yang dilarang adalah ketika mereka berkumpul, bertemu, mereka berkoordinasi mengenai harga jual dari produk mereka,” ujarnya.

Baca juga: KPPU temukan praktik penjualan bersyarat Minyakita di DIY

Baca juga: Polda Gorontalo ungkap kasus kemas ulang Minyakita

Ditha mengatakan, KPPU tidak perlu memaksakan apabila memang tidak ditemukan bukti yang mengarah kepada pelaku usaha. Hal tersebut juga bukan berarti KPPU gagal dalam melakukan tugasnya.

“Kalau misalkan kenaikan harga atau kelangkaan yang terjadi pada komoditas minyak goreng itu tidak disebabkan dari tindakan pelaku usaha dan bukti-bukti tidak ada, nggak perlu dipaksakan dan bukan berarti KPPU gagal,” ujarnya.

Sebelumnya, KPPU melaporkan ada 27 perusahaan minyak goreng kemasan yang diindikasikan melakukan kartel terkait kenaikan harga dan kelangkaan minyak goreng pada 2021 hingga 2022

Para terlapor diindikasikan melakukan pelanggaran terhadap Pasal 5 dan Pasal 19 C Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Saat ini, perkara tersebut tengah memasuki fase akhir. Dalam keterangan pers KPPU, Kamis (2/3), pemeriksaan lanjutan para terlapor dijadwalkan berakhir pada 4 April 2023. Setelah itu, akan dilakukan Musyawarah Majelis Komisi guna mempersiapkan putusan perkara.

Baca juga: KPPU siap minta bantuan polisi panggil ulang pelaku usaha

Baca juga: Presiden Jokowi terima daftar 18 kandidat komisioner KPPU 2023-2028

Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Imam Budilaksono
Copyright © ANTARA 2023