Singapura (ANTARA) - Dolar AS melemah di awal sesi Asia pada Selasa pagi, setelah kemerosotan aktivitas manufaktur AS bulan lalu menunjukkan tanda-tanda lebih lanjut dari perlambatan ekonomi dan mengalahkan kekhawatiran inflasi baru menyusul penurunan produksi OPEC+ yang mengejutkan.

Survei Institute for Supply Management (ISM) menunjukkan pada Senin (3/4/2023) bahwa aktivitas manufaktur turun ke level terendah dalam hampir tiga tahun pada Maret karena pesanan baru terus berkontraksi, dengan semua sub komponen PMI manufakturnya di bawah ambang batas 50 untuk pertama kalinya sejak 2009.

Hal itu mengirim greenback secara luas lebih rendah, mengikuti penurunan imbal hasil obligasi pemerintah AS, karena investor memangkas ekspektasi tentang berapa lama lagi suku bunga perlu tetap berada di wilayah restriktif.

Terhadap penurunan dolar, pound Inggris dan dolar Australia dan Selandia Baru naik ke tertinggi multi minggu di awal perdagangan Asia pada Selasa.

Sterling memuncak pada level tertinggi sejak akhir Januari di 1,2425 dolar, memperpanjang kenaikan 0,7 persen sesi sebelumnya.

Kiwi naik 0,2 persen menjadi 0,6310 dolar AS, tertinggi sejak pertengahan Februari, sementara indeks dolar AS sedikit lebih rendah di 102,02, setelah jatuh lebih dari 0,5 persen pada Senin (3/4/2023).

"Laporan manufaktur ISM untuk Maret tidak berguna," kata ekonom di Wells Fargo. "Hal terdekat yang kami dapatkan dari kabar baik dalam (laporan) adalah bahwa pelambatan di sektor pabrik mendorong harga lebih rendah dan rantai pasokan terus pulih, diuntungkan dari pelonggaran."

"Di luar itu, tema lainnya adalah tema yang sering mendahului resesi ekonomi."

Euro terakhir 0,03 persen lebih tinggi pada 1,0905 dolar, setelah naik lebih dari 0,5 persen pada Senin (3/4/2023). Terhadap yen Jepang, dolar tergelincir 0,09 persen menjadi 132,35.

Perkiraan pasar berjangka menunjukkan bahwa pasar memperkirakan Federal Reserve mulai memangkas suku bunga pada awal September hingga akhir tahun, dengan suku bunga terlihat tepat di atas 4,3 persen pada Desember.

Imbal hasil obligasi pemerintah dua tahun, yang biasanya bergerak sejalan dengan ekspektasi suku bunga, terakhir di 3,9841 persen, setelah turun hampir 10 basis poin pada Senin (3/4/2023).

Data ekonomi AS yang lesu membayangi kekhawatiran inflasi baru setelah kelompok OPEC+ mengguncang pasar dengan rencana untuk memangkas lebih banyak produksi, sebuah langkah yang membuat harga minyak melonjak 6,0 persen pada Senin (3/4/2023).

"Selain dampak biaya langsung dari lonjakan harga minyak sebesar 6-7 persen, tantangan ekonomi juga ditimbulkan oleh prospek inflasi yang lebih ketat yang memperpanjang siklus pengetatan global (dan) mengintensifkan trade-off kebijakan," kata Vishnu Varathan, kepala ekonomi dan strategi di Mizuho Bank.

Di tempat lain, Aussie stabil setelah naik ke level tertinggi lebih dari satu bulan di 0,67935 dolar AS di awal sesi, menjelang keputusan kebijakan moneter utama oleh bank sentral Australia (RBA) pada Selasa.

RBA akan menghentikan pengetatan kebijakan menurut jajak pendapat para analis, meskipun minoritas yang kuat masih memperkirakan kenaikan.

Data yang keluar pekan lalu menunjukkan inflasi Australia melambat ke level terendah delapan bulan pada Februari, sebagian karena penurunan tajam harga-harga untuk perjalanan liburan dan akomodasi.


Baca juga: Dolar jatuh karena data ekonomi AS lemah, dampak kebijakan OPEC+ pudar
Baca juga: Rupiah Selasa naik jadi Rp14.933 per dolar AS
Baca juga: Emas menguat karena dolar jatuh setelah data ekonomi AS melemah

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023