Mataram (ANTARA) - Kantor Bahasa Provinsi Nusa Tenggara Barat, menyebutkan, salah satu yang menjadi ancaman terhadap eksistensi bahasa Indonesia saat ini adalah penggunaan bahasa asing, namun sesuai trigatra warga juga mestinya menguasai bahasa asing.

Kepala Kantor Bahasa Provinsi Nusa Tenggara Barat Puji Retno Hardiningtyas di Mataram, Rabu, mengatakan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24/2009, tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, sudah jelas tentang tata cara penggunaan bahasa Indonesia.

"Bahkan dalam forum luar negeri pun kita harus menggunakan bahasa Indonesia," katanya di sela kegiatan Diseminasi Kongres Bahasa Indonesia (KBI) XII.

Terkait dengan itu, lanjutnya, jika mengacu pada Undang-Undang tersebut maka semua harus tertib menggunakan bahasa Indonesia, baik untuk petunjuk arah, papan nama gedung, fasilitas umum dan lainnya.

"Trigatra Bangun Bahasa harus tetap menjadi acuan yakni utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, dan kuasi bahasa asing," katanya.

Di sisi lain, Retno mengatakan, ancaman eksistensi bahasa Indonesia juga dipengaruhi karena perkembangan pariwisata. Pasalnya, pariwisata bisa lebih dikenal jika menggunakan bahasa asing.

"Kondisi itu terjadi karena rata-rata investor di bidang pariwisata merupakan orang asing. Ini menjadi tantangan kita, tapi tidak hanya di NTB melainkan di seluruh daerah juga mengalami kondisi serupa," katanya.

Terkait dengan itu, lanjutnya, pihak pariwisata hendaknya bisa tahu amanah Undang-Undang 24/2009 agar penataan dan penamaan pada instansi pemerintah dan swasta bisa menggunakan bahasa Indonesia.

"Kalau di Mataram sudah mulai ada, seperti nama hotel yang dulunya Lombok Garden kini menjadi Lombok Raya. Harapannya perusahaan lain juga bisa mengikuti contohnya Golden Palace dan Epicentrum Mall yang masih mengedepankan bahasa asing," katanya.

Karenanya, sebagai upaya meningkatkan penggunaan Bahasa Indonesia di Daerah NTB, saat ini dilakukan pendampingan terkait bagaimana bahasa di ruang publik, papan nama pemerintah dan lembaga terhadap 45 lembaga terdiri atas 15 lembaga pemerintah, 20 pendidikan, dan 10 swasta.

"Pendampingan dilakukan untuk perbaikan terhadap penerapan Trigatra Bangun Bahasa," katanya.

Misalnya, pada satu papan nama lembaga harus menuliskan nama dengan Bahasa Indonesia dengan ukuran huruf lebih besar, kemudian bahasa daerah, dilanjutkan dengan bahasa asing yang ukuran huruf lebih kecil.

Di sisi lain, Retno mengatakan, dalam hal ini Kantor Bahasa tentu tidak bisa berjalan sendiri, tetapi perlu kerja sama dari semua pihak serta dukungan dari pemerintah untuk membuat kebijakan atau regulasi terkait penerapan Trigatra Bangun Bahasa.

"Harapannya, ke depan Trigatra Bangun Bahasa di Daerah NTB bisa diterapkan secara maksimal, sebagai satu bukti kecintaan terhadap Bahasa Indonesia," katanya.

 

Pewarta: Nirkomala
Editor: Maswandi
Copyright © ANTARA 2023