Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan faktor geopolitik dan geo-ekonomi menjadi dua faktor yang menyulitkan proses pemulihan ekonomi.

Dalam proses (akhir) penanganan pandemi COVID-19, muncul sebuah dinamika risiko baru yaitu suasana geopolitik yang berubah karena Perang Ukraina pada Februari 2022 yang kini masih terjadi eskalasi.

"Di dalam perjalanan kita juga melihat konstelasi geopolitik menjadi makin mengeras antara AS (Amerika Serikat) dengan RRT (Republik Rakyat Tiongkok),” katanya dalam Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat 2023 yang dipantau secara virtual, Jakarta, Kamis.

Menurut dia, konflik AS-Tiongkok lebih berkaitan masalah geo-ekonomi dibandingkan masalah politik atau militer.

Adanya konstelasi tersebut membuat global supply-chain berubah, sehingga banyak keputusan di level ekonomi dan level perusahaan dipengaruhi faktor geo-ekonomi.

Misalnya, pada hari ini AS disebut mengusulkan Inflation Reduction Act. Jika dilihat dari judul undang-undangnya, lanjut dia, terlihat berfokus untuk menurunkan inflasi di AS.

Namun, konten dari legislasi itu sangat jelas untuk melakukan de-globalisasi yang berarti mengembalikan semua investasi ke AS sehingga Negeri Paman Sam tak tergantung kepada negara seperti China yang selama ini memiliki hubungan perdagangan dan investasi sangat luar biasa.

Dua raksasa ekonomi akan sangat mempengaruhi bagaimana arus modal bergerak karena tak lagi ditetapkan oleh hanya insentif ekonomi, namun juga insentif dari sisi keamanan, dan itu diberikan subsidi yang luar biasa.

"Makanya Pak Bahlil (Menteri Investasi) nanti bisa mengatakan konstelasi untuk menarik investasi di dalam geopolitik ini juga harus diperhatikan karena ini fakta yang harus kita hadapi,” ucap Menkeu.

Dalam situasi seperti ini, maka seluruh kalkulasi menjadi berubah mengingat faktor geopolitik dan geo-ekonomi menciptakan ketidakpastian ekonomi sehingga mendorong harga komoditas menjadi tinggi.

Di satu sisi, kenaikan harga komoditas memang menguntungkan Indonesia yang akhirnya mendorong perekonomian tanah air lebih cepat pulih dan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) kembali sehat.

Namun, jika melihat seluruh kurva komoditas seperti harga gas dan batubara yang meningkat lalu kembali drop, memberikan implikasi pada perekonomian Indonesia.

Salah satu contohnya adalah lonjakan harga Crude Palm Oil (CPO) karena minyak goreng yang berasal dari bunga matahari yang diproduksi di Ukraina hilang atau tidak ada, sehingga permintaan terhadap minyak goreng dari CPO melonjak tinggi.

“Jadi kita bisa melihat bagaimana perang geopolitik mempengaruhi secara langsung dan kadang-kadang dampaknya sangat terasa oleh masyarakat," ungkapnya.

Demikian juga komoditas pangan yang lain seperti kedelai, gandum dan jagung karena Ukraina dan Rusia adalah producer (komoditas-komoditas tersebut) yang sangat signifikan.


Baca juga: ADB: Pemulihan China cerahkan prospek ekonomi regional dan global

Baca juga: BI: ASEAN sepakat perkuat ketahanan eksternal hadapi limpahan global


Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Nurul Aulia Badar
Copyright © ANTARA 2023