Jakarta (ANTARA) - Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menandatangani nota kesepahaman dengan sejumlah pihak di antaranya Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI) dan komunitas penyelenggara acara untuk membantu menangani segala kemungkinan permasalahan yang muncul terkait penggunaan royalti.

“Kesepakatan ini menjadi penting agar ketika teman-teman EO (event organizer/penyelenggara acara) mendapatkan tekanan dari pihak-pihak yang berkeinginan menampilkan lagu atau musik yang belum mendapatkan lisensi royalti performing rights, maka kami bisa membantu back-up (menopang) untuk melindungi mereka,” kata Komisioner Bidang Hukum dan Litigasi LMKN Marcell Siahaan kepada ANTARA, Kamis (6/4).

Marcell yang juga berprofesi sebagai penyanyi, mengatakan selama ini masih ada EO yang merasa serba salah atau kebingungan ketika menghadapi permintaan klien yang cenderung mengabaikan pentingnya membayar royalti performing rights (hak untuk menampilkan suatu karya) utamanya dalam ranah komersial.

Dia lantas mengambil contoh dari apa yang dia rasakan sendiri sebagai penyanyi solo. Marcell juga tak menutup mata bahwa selama ini masih ada EO yang tergolong nakal dan tidak mempedulikan lisensi royalti untuk penggunaan komersial, walau masih tetap lebih dominan mereka yang menyadari dan kemudian menunaikan kewajibannya.

Gue berharap teman-teman EO juga menjaga muruah mereka. Oleh karena itu, ketika suatu saat EO berhadapan dengan klien yang aneh minta ini-itu, suruh ke LMKN saja. Kami yang akan mengatasi, jangan EO-nya yang menghadapi. Kasihan,” kata Marcell.

Baca juga: Bisnis karaoke di Jakarta tergolong tidak patuh bayar royalti musik

Tidak hanya EO, Marcell juga berharap semua pihak yang bersinggungan dengan penggunaan lagu dan/musik untuk memahami esensi keberadaan Hak Cipta yang dimanfaatkan dalam setiap ranah komersial.

“Hak Cipta tidak menjadi apa-apa bila tidak ada yang memproduksi dan menyanyikan, maka itu timbullah Hak Terkait atau Related Rights. Karena di situ ada produser dan pelaku pertunjukan, maka ada tiga sumber berbeda terkait dengan hak mereka," kata Marcell menjelaskan.

Menurut Marcell, pemahaman harus muncul dari pengguna bahwa untuk mencari keuntungan, etika dasarnya adalah kemauan untuk memberikan apresiasi kepada pemilik lagu.

"Filosofinya adalah bila memakai dan membunyikan barang orang lain terkhusus untuk mencari uang alias bertujuan komersial, maka, ayo, bayar, dong," kata Marcell.

Baca juga: DJKI rangkul sejumlah pihak bahas tata kelola royalti lagu dan musik

Baca juga: Kehadiran 11 LMK dinilai menciptakan iklim kompetisi yang sehat

Baca juga: LMKN siapkan sistem daring pelisensian penggunaan karya cipta

Pewarta: Ahmad Faishal Adnan
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2023