Jakarta (ANTARA) -
Peneliti ASA Indonesia Institute Reza Indragiri Amriel menyarankan agar Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo proaktif mengusut transaksi janggal pencucian uang Rp349 triliun yang diungkap Menko Polhukam.
 
Menurut Reza, Polri masih perlu terus memperbanyak portofolio nya berupa penindakan kasus-kasus rasuah. Setidaknya untuk meyakinkan publik bahwa Polri tidak kalah dengan Kejaksaan Agung.
 
"Andaikan Kapolri Listyo Sigit tampil ke muka dalam memburu siapa pun yang tersangkut Rp349 triliun, ini bisa menjadi penawar atas rasa masygul masyarakat akibat sekian kasus dan gejolak yang disebabkan oleh ulah oknum Polri," kata Reza dalam keterangannya diterima di Jakarta, Sabtu.
 
Reza menyoroti berita tentang aksi "walk out" anggota Polri yang bertugas di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat Brigjen Pol. Endar Priantoro bertemu Firli Bahuri.

Baca juga: Mahfud siap klarifikasi Rp349 triliun kepada DPR

Baca juga: Mantan kepala PPATK sarankan metode lifestyle analisis ungkap TPPU
 
Ia mengatakan aksi tersebut laksana "Cicak vs Buaya" jilid kesekian. Tetapi pokok dari pertentangan antara Polri dan KPK (dalam kasus Endar Priantoro) ini perlu dicermati secara seksama.
 
"Idealnya, harapan saya, walk out-nya anggota Polri itu merupakan wujud keteguhan sikap dalam pemberantasan korupsi, bukan sebatas menyalanya jiwa korsa akibat adanya personel Polri yang diusik oleh pihak non-Polri," ujarnya.
 
Reza menyatakan bila aksi tersebut karena wujud keteguhan dalam pemberantasan korupsi, Polri layak didukung. Karena, gesekan antar dua lembaga hingga beberapa segi bisa berdampak terhadap kekompakan dalam kerja-kerja penegakan
hukum.
 
Namun, kalau walk out itu lebih dilatari oleh solidaritas sesama baju cokelat (seragam Polri), maka itu peristiwa yang tidak tergolong luar biasa.
 
"Jiwa korsa memang lazim terpantik manakala ada pihak luar organisasi yang dinilai coba-coba mengganggu sesama anggota organisasi," ujarnya.
 
Reza memberi dukungan kepada Polri dalam hal pemberantasan korupsi, karena banyak kalangan menilai KPK kehilangan independensi, profesionalitas, dan integritas nya.
 
Penilaian sedemikian rupa seyogianya menjadi pengingat bagi Polri untuk memperkuat kesanggupannya sebagai lembaga penegakan hukum yang bersifat permanen yang semestinya bisa diandalkan untuk memberantas korupsi.
 
Lebih lanjut ia mengatakan, kasus aliran dana pencucian uang Rp349 triliun itu dapat menambah portofolio nya Polri dalam penindakan kasus-kasus rasuah.

Baca juga: Mahfud: Transaksi Rp349 triliun libatkan 491 entitas ASN Kemenkeu
 
"Bayangkan, misalnya, jika Polri proaktif menyambut bola yang dilempar Menko Polhukam terkait transaksi janggal pencucian uang Rp349 triliun. Ini jauh lebih dahsyat ketimbang memanggil para penyelenggara negara yang hobi ber-flexing-ria," ujarnya.
 
Ia mengatakan lebih satu pekan sejak kegemparan di ruang rapat Komisi III DPR RI saat rapat dengan Menko Polhukam dan PPATK terkait Rp349 triliun, belum ada tanda-tanda tindak lanjut bertempo tinggi atas pernyataan Menko Mahfud itu.
 
"Ingat, sekarang Kapolri sudah berada di tahap ketiga sekaligus tahap terakhir untuk merealisasikan 16 Program Prioritas Kapolri. Program Prioritas Kapolri memang tidak spesifik dan eksplisit menyinggung ihwal pemberantasan korupsi dan sejenisnya," tutur Reza.

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2023