Seoul, Korea Selatan (ANTARA) - Korea Selatan mengetahui berita kebocoran sejumlah dokumen rahasia militer Amerika Serikat, dan berencana untuk membahas risiko yang dapat timbul akibat hal tersebut bersama AS, demikian seorang pejabat kepresidenan Korea Selatan, Minggu.

Menurut tiga pejabat AS kepada Reuters, Jumat (7/4), beberapa dokumen rahasia militer dibocorkan di media sosial dengan menampilkan sebagian gambaran-gambaran berusia 1 bulan tentang perang di Ukraina.

Para pejabat itu mengatakan kemungkinan besar kebocoran data itu dilakukan oleh Rusia atau pihak yang pro Rusia.

Reuters belum dapat memastikan keaslian data tersebut. Departemen Kehakiman AS mengatakan mereka sedang mendalami kebocoran tersebut.

The New York Times pada Minggu melaporkan, dokumen rahasia yang bocor itu berisi percakapan internal pejabat tinggi Korsel perihal tekanan terhadap mereka agar membantu memasok senjata ke Ukraina, serta kebijakan mereka untuk tidak melakukannya.

Harian tersebut mengatakan Korsel sudah setuju untuk menjual amunisi mereka untuk membantu AS menyetok persediaannya, dan menegaskan bahwa militer Amerika Serikat harus menjadi pengguna stok tersebut.

Akan tetapi, para pejabat Korsel khawatir bahwa amunisi tersebut justru dikirimkan Amerika Serikat kepada Ukraina.

"Laporan rahasia tersebut berdasarkan sinyal intelijen, yang berarti Amerika Serikat sudah mengintai salah satu negara sahabat terbesarnya di Asia," tambah harian itu.

Pejabat kepresidenan Korea Selatan itu tidak menjawab pertanyaan terkait pengintaian AS, dan tidak juga memberikan pernyataan lebih lanjut tentang kebocoran dokumen.

Saat ditanya apakah Korea Selatan akan melakukan protes atau meminta keterangan dari AS, pejabat yang menolak disebut namanya itu mengatakan pemerintah akan mengkaji kejadian-kejadian terkait dan isu yang melibatkan sejumlah negara lain.

Korea Selatan telah menandatangani kontrak penyediaan ratusan alat tempur seperti tank, senjata, dan pesawat ke Polandia, anggota NATO, sejak invasi Rusia ke Ukraina.

Namun, Presiden Yoon Suk Yeol mengatakan bahwa undang-undang Korea Selatan yang melarang pemberian persediaan senjata ke sejumlah negara yang berkonflik membuat negara itu kesulitan mengirimkan persenjataan ke Ukraina.

Pejabat itu menegaskan tidak ada perubahan dalam kebijakan Korea Selatan tersebut.

Presiden Yoon dijadwalkan bertemu Presiden AS Joe Biden pada 26 April saat kunjungan kenegaraan ke Washington.

Sumber: Reuters

Baca juga: Korsel dan AS akan berunding untuk tangkal ancaman Korut

Penerjemah: Mecca Yumna
Editor: Bayu Prasetyo
Copyright © ANTARA 2023