diaspora ilmuwan Indonesia diharapkan dapat meningkatkan kapabillitasnya di luar negeri
Jakarta (ANTARA) - Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4) menilai ilmuwan diaspora turut berkontribusi dalam penguatan kapasitas dan kemandirian bangsa dalam pengembangan vaksin menggunakan teknologi terkini.

Ketua Umum I-4, Dr. Sastia Putri dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa mengatakan ilmuwan diaspora yang tergabung dalam jaringan I-4 dapat berperan sebagai anchor ilmu pengetahuan dan teknologi secara global dan turut berkontribusi dalam penguatan kapasitas dan kemandirian bangsa dalam berbagai lini bidang kesehatan.

"Terutama kemandirian dalam pengembangan vaksin menggunakan teknologi terkini," katanya dalam acara vaccine workshop yang diselenggarakan Klaster Kedokteran, Kesehatan dan Teknologi Biomedis dari I-4.

Dalam kesempatan itu, Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin menekankan perlunya diaspora Ilmuwan Indonesia untuk membangun komunikasi, berjejaring dan berkolaborasi dengan para ahli dunia khususnya di bidang kesehatan.

"Diaspora ilmuwan Indonesia diharapkan dapat meningkatkan kapabillitasnya di luar negeri hingga mencapai tingkatan yang matang sebelum pulang dan berbakti membangun tanah air Indonesia," ujarnya.

Baca juga: PPI dan KNPI Deklarasikan Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional
Baca juga: I4: Berdayakan Ilmuwan Indonesia di Luar Negeri

Menkes menambahkan pemerintah berupaya meningkatkan kapabilitas sumber daya manusia di bidang kedokteran dan teknologi biomedis melalui pemberian beasiswa LPDP bagi mahasiswa yang melanjutkan studi di top 20 perguruan tinggi di seluruh dunia.

Dalam workshop yang dihadiri oleh 900 peserta dari berbagai kalangan di belahan dunia seperti Thailand Malaysia, Taiwan, Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Finlandia, Jepang, Australia, dan Uni Emirat Arab itu, Menkes berharap kegiatan vaccine workshop I-4 ini dapat berjalan rutin dengan melibatkan Kemenkes RI.

Dalam salah satu sesi vaccine workshop, Akademisi dari Universitas Gadjah Mada, dr. Jarir At Thobari, D.Pharm., Ph.D menyampaikan bagaimana proses clinical development dilakukan untuk melihat profil keamanan, immunogenisitas, dan efektifitas dari suatu vaksin baru sebelum mendapatkan izin edar dari Badan POM.

Setelah melalui tahapan uji preklinis, ia menjelaskan, vaksin diujikan di uji klinis fase pertama dengan melibatkan sedikit relawan untuk melihat keamanan dari vaksin tersebut. Diuji klinis fase kedua, vaksin diujikan di populasi yang menjadi target utama dari vaksin tersebut.

"Sebagai contoh vaksin rotavirus diujikan di anak-anak yang menjadi target untuk vaksin tersebut," katanya.

Diuji klinis fase ketiga, lanjut dia, efikasi dari vaksin diuji dengan melibatkan jumlah relawan yang besar.

Ia mengakui sulitnya mencari relawan untuk studi vaksin di Indonesia. Diharapkan dengan adanya pendanaan dan sumber daya manusia yang mencukupi, multi-center dan digitalisasi uji klinis dapat menjadi jawaban dari tantangan itu.

Baca juga: I-4 jembatani riset dengan kebutuhan industri seperti di Jepang

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2023