Sapporo (ANTARA) - Para menteri G7 pada Sabtu memulai pertemuan dua hari mereka di Sapporo, Jepang, guna membahas cara untuk meningkatkan keamanan energi setelah perang Rusia di Ukraina, dan pada saat yang sama mempercepat upaya dekarbonisasi.

Pertemuan G7 tentang isu iklim, energi, dan lingkungan itu merupakan yang pertama dari rangkaian pertemuan tingkat menteri secara langsung menjelang pertemuan puncak pada Mei.

Perhatian dalam pertemuan itu terkait apakah dapat mencapai suara yang sama pada tujuan ambisius untuk mengurangi emisi karbon dioksida, termasuk di sektor listrik dan kendaraan.

Pada konferensi tingkat tinggi (KTT) G7 tahun lalu yang dipimpin oleh Jerman, negara-negara anggota sepakat untuk "sepenuhnya atau sebagian besar" mendekarbonisasi sektor listrik pada tahun 2035.

Namun, pertemuan tahun lalu itu gagal menyepakati jadwal waktu tertentu guna menghapus pembangkit listrik tenaga batu bara akibat ketidaksetujuan dari Jepang yang miskin sumber daya, yang berencana untuk tetap mengandalkan bahan bakar fosil yang relatif murah meski menimbulkan polusi.
Baca juga: Aktivis dan pengusaha desak Jepang perbanyak energi terbarukan

Untuk putaran pertemuan ini, Inggris dan Kanada telah berusaha menghilangkan frasa "terutama" dan mendorong dekarbonisasi penuh di sektor listrik pada 2035, sementara Jerman termasuk di antara negara-negara yang menyerukan penghentian penggunaan tenaga batu bara yang tidak dimitigasi dengan teknologi untuk mengurangi emisi, menurut sumber negosiasi.

Fokus lain adalah komitmen menteri G7 mempromosikan kendaraan nol emisi, termasuk apakah mereka akan menetapkan target pangsa pasar untuk kendaraan tersebut atau bahkan kerangka waktu untuk menghentikan kendaraan berbahan bakar fosil secara bertahap.

Namun, Jepang diyakini enggan untuk menyetujui hal ini karena produsen mobil utamanya unggul dalam hibrida bensin-listrik dan plug-in listrik.
Baca juga: Paradoks cuaca dan upaya menumbuhkan kesadaran perubahan iklim

Pertemuan dilakukan di tengah meningkatnya permintaan untuk mempercepat upaya mengekang pemanasan global, dengan panel iklim PBB menyerukan tindakan yang lebih ambisius pada laporan Maret, yaitu dengan menyebut bahwa "Pilihan dan tindakan yang diterapkan dalam dekade ini akan berdampak sekarang dan ribuan tahun mendatang."

Laporan Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim menyimpulkan bahwa agar kenaikan suhu global dipertahankan tidak melebihi 1,5 derajat Celcius dibandingkan dengan tingkat pra-industri -- sasaran sesuai Perjanjian Paris -- dunia perlu mengurangi separuh emisi CO2 pada tahun 2030 dari tingkat tahun 2019 dan memotongnya sebanyak 65 persen pada tahun 2035.

Perang Rusia di Ukraina dinilai telah menimbulkan tantangan untuk dekarbonisasi, saat negara-negara yang mengandalkan minyak dan gas alam dari Rusia bergerak untuk mendiversifikasi dan mengamankan pasokan energi yang stabil, termasuk batu bara, menurut Badan Energi Internasional.

Pertemuan G7 yang diketuai oleh Menteri Lingkungan Jepang Akihiro Nishimura dan Menteri Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Yasutoshi Nishimura juga akan membahas bagaimana mencegah hilangnya keanekaragaman hayati.
Baca juga: Pakar sebut dunia tengah hadapi krisis kembar, energi dan iklim

Sumber dalam negosiasi itu menyebutkan bahwa G7 berencana membentuk koalisi ekonomi yang bertujuan mencapai kondisi alam yang positif, atau membalikkan kerugian alam.

Koalisi tersebut, yang akan bekerja sama dengan kelompok global yang mendorong pengungkapan keuangan terkait kondisi alam, akan bertujuan membantu lembaga-lembaga keuangan untuk mengevaluasi secara tepat dampak lingkungan dari para perusahaan yang dipertimbangkan menjadi sasaran berinvestasi, menurut sumber tersebut.

Para menteri G7 diharapkan membuat pedoman untuk mendorong perusahaan guna memproduksi produk mudah daur ulang, saat permintaan logam langka diperkirakan meningkat di tengah meluasnya penggunaan kendaraan listrik.

Ada juga kebutuhan untuk memastikan pasokan mineral kritis yang transparan dan berkelanjutan untuk meningkatkan keamanan energi saat produksi logam langka termasuk litium dan kobalt bergantung pada negara tertentu seperti China.

Kelompok G7 adalah Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, dan Amerika Serikat, ditambah Uni Eropa.

Sumber: Kyodo

Baca juga: Menteri LHK soroti semakin banyak transisi ke energi terbarukan
Baca juga: Menkeu: Negara tak bisa selesaikan agenda perubahan iklim sendirian
Baca juga: Jepang janjikan dukungan keuangan, teknologi untuk dekarbonisasi ASEAN

Penerjemah: Cindy Frishanti Octavia
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2023