Kebijakan ini termasuk bagaimana mengalokasikan sumber daya, berinvestasi dalam inovasi, maupun persiapan dalam menghadapi risiko yang terkait dengan perubahan iklim.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani dalam Pertemuan Tingkat Menteri ke-9 Koalisi Menkeu untuk Aksi Iklim di Washington, Amerika Serikat, Sabtu (15/4), menilai bahwa kebijakan yang diambil para menkeu dunia akan memiliki implikasi signifikan dalam merespons perubahan iklim.

"Kebijakan ini termasuk bagaimana mengalokasikan sumber daya, berinvestasi dalam inovasi, maupun persiapan dalam menghadapi risiko yang terkait dengan perubahan iklim," kata Sri Mulyani dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa.

Hal tersebut, kata dia, lantaran menkeu memiliki peran yang sangat krusial dalam mengatasi tantangan perubahan iklim dengan menetapkan kebijakan dan mengambil keputusan yang membentuk lanskap ekonomi.

Baca juga: Menkeu: Belanda dan RI sepakat perkuat penerapan keuangan transisi

Oleh karenanya, para menkeu dalam koalisi tersebut menekankan pentingnya memiliki strategi untuk mempercepat pencapaian target 1,5 derajat celcius sembari tetap menjaga momentum pembangunan ekonomi pasca pandemi, utamanya pada negara berpendapatan rendah dan berkembang.

Mempertimbangkan kondisi tersebut, Finlandia, Indonesia, serta Sekretariat Koalisi memilih untuk membahas hal mengenai panduan penguatan peran menteri keuangan dalam mendorong aksi perubahan iklim serta transisi keuangan sebagai perluasan dari program transisi hijau.

Sri Mulyani mengatakan permasalahan global yang saat ini dihadapi yaitu pelemahan ekonomi pada 2023 dan potensi tidak tercapainya target 1,5 derajat celcius pembatasan laju pemanasan global antara 2030-2035.

“Dalam menghadapi dua tantangan tersebut, kita harus menyadari bahwa iklim dan pembangunan bagaikan dua sisi mata uang. Apabila memisahkan keduanya, hanya akan membatasi sumber daya dan menghambat upaya pencapaian target Perjanjian Paris," ujarnya.

Baca juga: Menteri LHK ungkap komitmen kuat Indonesia atasi perubahan iklim

Ia turut menyampaikan bahwa dalam masa Indonesia menjadi Chairman ASEAN 2023, telah diliris The ASEAN Taxonomy for Sustainable Finance (ATSF) Versi 2 pada bulan Maret 2023.

ATSF Versi 2 dapat mengakomodasi kebutuhan asesmen yang lebih menyeluruh terkait “bagaimana dan di mana” kontribusi program penghentian batu bar untuk ditempatkan sebagai upaya dekarbonisasi dalam mendukung Perjanjian Paris. Dalam transisi keuangan, taksonomi saja tidak cukup.

“Tentu saja, mempersiapkan lembaga dan peraturan yang dapat dioperasikan seperti pengungkapan yang andal dan pelaporan serta badan verifikasi yang diterima secara global, diperlukan untuk mengembangkan pembiayaan transisi yang berintegritas tinggi dan sangat kredibel,” tegas Sri Mulyani.

Pada pertemuan ini, dilaksanakan pula penyerahan jabatan Co-Chair Koalisi Menkeu untuk Aksi Iklim oleh Finlandia kepada Belanda setelah masa jabatan Finlandia selama empat tahun. Sedangkan Indonesia masih akan menjabat sebagai Co-Chair dengan perpanjangan jabatan selama satu tahun, mulai April 2023 hingga 2024.

Baca juga: Menkeu Sri Mulyani masih waspadai krisis perbankan Eropa dan AS

Pada sesi akhir, Menkeu Belanda Sigrid Kaag sebagai Co-Chair baru mengatakan dalam aksi perubahan iklim, khususnya pembiayaan transisi, sebuah negara memerlukan kapasitas fiskal yang memadai. Oleh karena itu, untuk dapat melakukan berbagai manuver kebijakan, sumber daya fiskal menjadi salah satu komponen utama.

Ia mencontohkan, pemberian insentif terhadap sektor swasta maupun sektor publik, dapat menjadi opsi kebijakan untuk memuluskan proses transisi, khususnya pada negara berkembang. Selain itu, adanya regulasi juga penting untuk dapat mengatur dinamika dalam proses transisi tersebut ke arah yang diinginkan.

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2023