Jakarta (ANTARA) -
Badan amal Oxfam America menerbitkan analisis yang menunjukkan bahwa semakin banyak miliarder AS yang mengalami kenaikan kekayaan hampir sepertiga kali lipat sejak awal pandemi COVID-19 dan hampir 90 persen dalam waktu satu dekade terakhir.

"Kesenjangan kekayaan di AS lebih ekstrem dan berbahaya daripada kesenjangan pendapatan, dan kita perlu mengubah pendekatan kita, agar kita dapat secara efektif mengenakan pajak atas kekayaan dan juga pendapatan," tulis Common Dreams mengutip Oxfam America dalam pengantar laporan badan amal tersebut, yang diberi tajuk "Pajak Kekayaan, Atasi Kesenjangan" (Tax Wealth, Tackle Inequality), yang dirilis pekan lalu.

Berdasarkan data Forbes, laporan itu menemukan bahwa "miliarder AS hampir sepertiga kali lipat lebih kaya (secara riil lebih dari satu triliun dolar AS) dibandingkan saat awal pandemi pada 2020," sedangkan kekayaan miliarder AS secara keseluruhan melonjak 86 persen sejak 2013.

Jumlah miliarder AS, yang saat ini mencapai 700 lebih, juga hampir 60 persen lebih tinggi dibandingkan 10 tahun yang lalu, menurut analisis itu.

Pada saat yang sama, AS memiliki kelompok masyarakat "kelas bawah permanen" dari keluarga pekerja yang ditolak hak ekonominya, terjebak dalam kemiskinan, dan tidak mampu mengumpulkan kekayaan tak peduli seberapa keras mereka bekerja.

Data Oxfam menunjukkan hampir sepertiga tenaga kerja AS berpenghasilan kurang dari 15 dolar AS (1 dolar AS = Rp14.773) per jam, dengan setengah dari semua tenaga kerja wanita kulit berwarna berpenghasilan kurang dari 15,14 dolar AS per jam, kata laporan tersebut.

"Kesenjangan kekayaan yang bersifat rasial benar-benar berkembang semakin luas sejak 1980-an, dan saat ini sudah mendekati situasi pada 1950. Rata-rata rumah tangga warga kulit hitam AS saat ini hanya memiliki kekayaan sekitar 12 sen untuk setiap dolar dari rata-rata kekayaan rumah tangga warga kulit putih di negara itu," imbuh laporan tersebut. 


 

Pewarta: Xinhua
Editor: Desi Purnamawati
Copyright © ANTARA 2023