Pontianak (ANTARA) - Sekretaris Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Kalimantan Barat M Rikaz Prabowo meminta generasi muda Kalbar agar meneladani dan melanjutkan perjuangan RA Kartini.

"Kebangkitan emansipasi wanita yang dipelopori oleh RA Kartini dan diperingati setiap tanggal 21 April sering kali diisi dengan berbagai macam kegiatan. Sayangnya tahun ini peringatan Hari Kartini kurang begitu dirasakan karena menjelang Hari Raya Idul Fitri," kata Rikaz di Pontianak, Jumat.

Rikaz menuturkan Kalimantan Barat di era pergerakan kebangsaan (1908-1942) juga memiliki sejumlah pejuang perempuan, antara lain Lailatulmala (jurnalis), RA Sujarah (Kaum Ibu Islam), dan Amalia Rubini (Persatuan Istri Indonesia).

"Ketiga orang itu menjadi pelopor kebangkitan dan gerakan perempuan di Pontianak sebelum kemerdekaan antara tahun 1930an-1942," katanya.

Baca juga: Menko PMK: Hari Kartini momen perbaiki kebijakan tentang perempuan

Berdasarkan penelitian dan sumber sejarah yang ada, kata dia, Lailatulmala menjadi redaktur di surat kabar Tjaja Timoer yang terbit di Pontianak. Ia mengasuh kolom khusus yang membahas soal perjuangan kesetaraan hak perempuan, umumnya tentang kesempatan pendidikan dan pekerjaan serta menuangkan pandangan maupun ide kritisnya tentang perbaikan nasib perempuan dengan tegas.

Sedangkan RA Sujarah (istri dr Agusjam) merupakan Ketua Persatuan Kaum Ibu Islam Pontianak (PKIIP). Organisasi ini mengusahakan sejumlah program untuk kemajuan perempuan di Pontianak, seperti pengajian, kursus kepandaian putri, dan membuka taman kanak-kanak.

Kegiatan PKIIP dibantu oleh putrinya, Djohar Insyiah, lulusan Van Deventer School Semarang, yang menjadi istri dr Soeharso, pahlawan nasional asal Surakarta yang pernah bertugas di Ketapang (1940-1942).

Baca juga: MPR: Semangat Kartini dorong kesetaraan dan pemberdayaan perempuan RI

Perjuangan Amalia Rubini (istri dr Rubini) juga tidak dapat dilupakan. Pada 31 Maret 1938 Amalia terpilih sebagai Ketua Persatuan Istri Indonesia Pontianak (PIIP) pertama. Selain memiliki sejumlah program pemberdayaan perempuan, PIIP juga mengelola dana amal untuk pemberantasan penyakit TBC, santunan kematian, dan santunan kelahiran.

"PIIP memiliki anggota dari kalangan bidan, mereka menggratiskan persalinan ibu-ibu yang tidak mampu bahkan setelah itu masih dicukupi kebutuhan si bayi seperti susu, lampin, dan pakaian. Sayangnya, Amalia Rubini dan RA Sujarah termasuk tokoh-tokoh yang turut dibunuh di Mandor antara tahun 1943-1944 karena perjuangannya yang tanpa lelah hingga akhir hayat itu, bahkan di bawah tekanan tentara Jepang," kata Rikaz yang juga turut serta dalam pengusulan gelar pahlawan nasional bagi dr Rubini pada 2022.

Menurut dia, para tokoh perempuan memang tidak berjuang dengan fisik atau politik, tetapi sumbangsih mereka dalam memajukan harkat dan martabat kaumnya mesti mendapat catatan khusus.

Menurut Rikaz, penulisan sejarah lokal yang mengangkat peran kaum wanita di Kalbar masih sedikit sehingga ke depan perlu diperbanyak. Banyak nilai yang dapat diteladani dari perjuangan ketiga tokoh di atas, misalnya Laitulmala dengan keberaniannya dalam mengekspresikan pemikiran, RA Sujarah yang peduli akan pendidikan kaum perempuan, serta Amalia Rubini yang mengedepankan misi kemanusiaan melalui dana amal untuk TBC dan santunan kelahiran.

Baca juga: Gubernur Jatim ajak teladani pondasi toleransi warisan Kartini

"Perjuangan para tokoh perempuan itu kiranya dapat mengilhami generasi muda untuk lebih peduli terhadap sesama dan mengambil peran dalam kehidupan masyarakat. Salah satunya dengan menulis dan berorganisasi sebagai langkah mengisi kemerdekaan dengan hal positif," tuturnya.

Pewarta: Rendra Oxtora
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2023