Tingkat utang sudah mulai merusak prospek, membawa mereka ke spiral yang salah
Washington (ANTARA) - Kepala Ekonom Bank Dunia Indermit Gill menyerukan pendekatan baru untuk mengatasi krisis utang yang memuncak yang dihadapi banyak negara, termasuk langkah-langkah untuk memasukkan pinjaman dalam negeri ke dalam penilaian keberlanjutan utang suatu negara.

Gill mengatakan kepada Reuters bahwa Kerangka Kerja Bersama yang dibuat oleh Kelompok 20 ekonomi utama (G20) untuk membantu negara-negara termiskin hanya menghasilkan kemajuan glasial karena tidak memperhitungkan 61 persen utang luar negeri negara-negara berkembang yang dipegang oleh kreditor swasta, bagian yang jauh lebih besar daripada beberapa dekade yang lalu.

Hanya empat negara - Zambia, Chad, Ethiopia, dan Ghana - yang telah mengajukan bantuan di bawah mekanisme G20 yang dibentuk pada akhir 2020 pada puncak pandemi COVID-19, meskipun Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan lebih banyak lagi - 60 persen dari negara-negara berpenghasilan rendah - berada dalam atau berisiko tinggi mengalami kesulitan utang.

Hanya Chad yang telah mencapai kesepakatan keringanan utang dengan kreditor - dan itu tidak termasuk pengurangan utang yang sebenarnya.

Meningkatnya suku bunga di Amerika Serikat dan ekonomi maju lainnya akan membuat uang mengalir keluar dari pasar negara berkembang untuk beberapa waktu, seperti pada 1980-an, dan itu, kata Gill dalam sebuah wawancara minggu ini, akan menghasilkan "lebih banyak bencana."

Baca juga: Ekonom Bank Dunia optimistis dengan prospek pertumbuhan China

"Tingkat utang sudah mulai merusak prospek, membawa mereka ke spiral yang salah," katanya menjelang seminar Bank Dunia tentang utang pada Rabu. "Banyak dari negara-negara ini sudah mengalami krisis utang. Negara seperti Mesir memiliki utang yang belum dibayar."

Kerangka Bersama harus diganti, katanya, dalam istilah terkuat yang digunakan oleh seorang pejabat Bank Dunia. "Itu bukan mesin yang tepat."

Sekitar dua pertiga utang luar negeri Ghana, misalnya, dimiliki secara pribadi, tetapi kerangka kerjanya difokuskan pada kreditor resmi Klub Paris dan pemberi pinjaman baru seperti China, yang kini menjadi kreditor negara terbesar di dunia. Itu juga tidak memiliki aturan umum untuk menangani utang negara, tambahnya.

Dia mengatakan meja bundar utang negara yang baru dibentuk untuk mengatasi tantangan dalam proses keringanan utang yang membawa negara-negara pengutang dan pemain sektor swasta, tetapi hanya mencapai hasil yang rendah.

Pejabat IMF mengatakan China dan peserta lainnya mencapai pemahaman bersama bahwa bank pembangunan multilateral dapat memberikan aliran pinjaman dan hibah bersih yang positif ke negara-negara yang membutuhkan, alih-alih menerima "pemotongan utang".

Tetapi Gill mengatakan China sepertinya tidak melihat itu mengikat karena pertemuan itu tidak dimaksudkan sebagai mekanisme pengambilan keputusan.

Penerbitan obligasi Brady - sekuritas utang negara dalam mata uang dolar dan didukung oleh Departemen Keuangan AS - selama krisis utang tahun 1980-an mungkin mengatasi beberapa kekurangan, kata Gill, menambahkan bahwa obligasi tersebut sebagian besar telah dihentikan, menunjukkan keberhasilan mereka.

Satu masalah utama yang masih tersisa adalah bagaimana IMF dan Bank Dunia menilai kesinambungan utang negara-negara sementara mengecualikan pinjaman dalam negeri, yang menutupi tingkat pinjaman yang terlalu tinggi.

Itu terjadi sebagian karena negara-negara berkembang telah membangun sektor keuangan domestik mereka tetapi tanpa kerangka fiskal berkelanjutan yang sesuai, kata Gill.

“Tiba-tiba alat penilaian Anda yang hanya melihat asumsi bahwa orang-orang ini hanya bisa meminjam ke luar negeri, sudah tidak sesuai lagi,” ujarnya.

Baca juga: Bos baru Bank Dunia harus dorong reformasi dan perangi kemiskinan

Baca juga: Kreditor global-negara debitor sepakati langkah restrukturisasi utang

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2023