Pamekasan (ANTARA) - Akademisi dari Universitas Islam Madura (UIM) Pamekasan Dr Hozairi mengatakan Madura membutuhkan sejumlah relawan atau orang yang memiliki komitmen kuat dalam pelestarian pantai dan terumbu karang di laut, mengingat akhir-akhir ini ancaman kerusakan pantai dan terumbu karang di Selat Madura terus terjadi.

"Pendekatan pentahelix atau multipihak harus dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini. Sebab, jika tidak, maka dampaknya akan sangat merugikan pada akhirnya nanti," katanya dalam diskusi bertajuk "Fenomena Bom Ikan di Tengah Laut" yang digelar oleh Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) Pamekasan di Pamekasan, Jawa Timur, Rabu malam.

Dekan Fakultas Teknik UIM Pamekasan itu mengemukakan, ada beberapa hal yang menjadi persoalan serius terkait nelayan, pantai, dan laut di Madura secara umum, dan di Kabupaten Pamekasan secara khusus.

Pertama, kesadaran hukum bagi para nelayan. Kedua, kebersihan pantai, dan ketiga, rendahnya tingkat pengetahuan nelayan tentang pendidikan.

Ia menjelaskan, kesadaran hukum yang lemah ini memicu terjadinya tindakan pelanggaran hukum oleh nelayan yang cenderung merugikan masa depan ekonomi hasil perikanan tangkap.

Baca juga: Akademisi : Jaga kelestarian ekosistem laut demi anak cucu

Pengeboman ikan yang dilakukan oleh sebagian nelayan saat menangkap ikan, menurut dia, sejatinya adalah merugikan masa depan mereka sendiri. Sebab, dengan melakukan penangkapan yang tidak ramah lingkungan tersebut, tidak hanya menghabiskan ikan kecil saja, tetapi juga berpotensi merusak terumbu karang di dalam laut.

"Persoalan ini seolah semakin jlimet, ketika proses hukum bagi nelayan pelaku pengeboman ikan ini justru menjadi 'ATM' oknum petugas. Sebagian pelaku pengeboman yang terjaring operasi petugas adalah yang tidak menyetor 'upeti', sedangkan yang membayar luput dari operasi," katanya.

Alumnus Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya asal Pamekasan itu menjelaskan, pendidikan sistemik dan berkelanjutan guna memupuk kesadaran hukum kolektif di kalangan nelayan ke depan perlu dilakukan. Sebab, membiarkan praktik penangkapan ikan yang merugikan masa depan adalah sama membiarkan terciptanya iklim masyarakat yang tidak baik dan pada akhirnya merugikan ekonomi.

Di bidang kebersihan pantai, Hozairi mengatakan kini masih menjadi tugas berat semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah kabupaten yang ada di Pulau Madura.

Akibatnya, keindahan pantai yang semestinya bisa dimanfaatkan untuk pengembangan ekonomi masyarakat, misalnya menjadi objek wisata, belum bisa berjalan sesuai harapan.

Baca juga: Gubernur Jatim tinjau pemulihan ekosistem laut di pesisir Trenggalek

Padahal, kata dia, Madura juga memiliki potensi besar untuk mengembangkan objek wisata pantai apabila dilakukan secara serius dan mendapatkan dukungan semua elemen masyarakat.

Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah pendidikan melek informasi dan teknologi bagi nelayan.

"Saat ini sudah banyak perusahaan yang mengembangkan teknologi alat melacak ikan, sistem informasi perkembangan cuaca melalui telepon pintar, namun belum digunakan secara optimal oleh sebagian nelayan kita," katanya.

Memang, kata Hozairi, untuk bisa membentuk tatanan dan cara yang baik membutuhkan waktu lama dan peran aktif semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah.

"Dalam hal ini, saya kira perlu didorong dari bawah, yakni dengan membentuk relawan pantai dan laut, sehingga niat baik bisa terlaksana dengan baik pula," katanya.

Terkait gagasan pentingnya membentuk relawan pantai dan laut ini, pihaknya kini mulai berkoordinasi dengan sejumlah pengusaha, kelompok pegiat media sosial, dan kelompok informasi masyarakat. Mereka sepakat untuk mendukung niat baik tersebut.

Baca juga: Menteri Trenggono: Perkuat pengawasan untuk kelestarian ekosistem laut

"Jika relawan ini terbentuk di Madura, maka saya yakin pada akhirnya akan menyebar ke berbagai daerah di Nusantara ini, sehingga gerakan kolektif Nusantara untuk menyelamatkan laut dan pantai bisa dilakukan serentak di negeri ini," kata Hozairi.

Pewarta: Abd Aziz
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2023