Manokwari (ANTARA) - Dinas Kesehatan Papua Barat melakukan revitalisasi peran Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang menjadi penggerak utama dalam penanganan stunting dan kemiskinan ekstrem di daerah tersebut.

Kepala Dinas Kesehatan Papua Barat Otto Parorongan menyebutkan di seluruh Provinsi Papua Barat tercatat ada 1.052 Posyandu, namun beberapa diantaranya tidak aktif dalam pelayanan kepada masyarakat.

"Dari jumlah tersebut, ada yang tidak aktif, karena berbagai alasan, seperti minimnya kader penggerak Posyandu, sehingga gubernur memerintahkan agar di revitalisasi atau diaktifkan kembali," kata Otto Parorongan di Manokwari, Sabtu.

Baca juga: Tingkatkan kapasitas, Pertamina latih kader posyandu di Papua Barat

Selain itu, secara keseluruhan pada pelayanan Posyandu juga dilakukan penambahan layanan bagi keluarga miskin ekstrem dan keluarga berisiko stunting untuk mendapatkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT).

Dalam pelaksanaannya kader Posyandu berperan dalam pengawasan dan pengelola anggaran tambahan gizi nontunai yang disediakan oleh pemerintah daerah.

"Dalam pembinaan Posyandu bukan hanya peran PKK dan Dharma Wanita, namun semua pihak bisa berperan baik perusahaan melalui CSR-nya, bisa juga organisasi dan lembaga," kata dia.

Baca juga: Kemiskinan skstrem dan stunting prioritas di musrenbang Papua Barat

Baca juga: Menko PMK apresiasi penanganan kemiskinan ekstrem di Papua Barat


Data terakhir, persentase penduduk miskin ekstrem di Papua Barat pada tahun 2021 sebesar 9,64 persen dan pada tahun 2022 turun menjadi 8,35 persen. Meski mengalami penurunan sebesar 1,29 persen, masih di bawah rata-rata nasional.

Selanjutnya, kondisi stunting di Papua Barat masih terdapat empat kabupaten dengan kondisi angka stunting naik, yaitu Kabupaten Pegunungan Arfak sebesar 11,4 persen, Kabupaten Manokwari sebesar 9,7 persen, Kabupaten Fakfak sebesar 3,00 persen, dan Kabupaten Kaimana sebesar 0,7 persen.

Pewarta: Tri Adi Santoso
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2023