Jakarta (ANTARA) - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong semua pihak terkait untuk mencari solusi mencegah anak penyandang disabilitas menjadi korban kejahatan seksual akibat berinteraksi dengan pelaku di media sosial.

"Saya kira sangat penting Organisasi Penyandang Disabilitas, Komisi Nasional Disabilitas, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kepolisian RI untuk duduk bersama, memetakan hal ini, dalam mencari jalan keluar anak anak disabilitas yang memiliki akun dan mendaftar, berinteraksi di media sosial," kata Wakil Ketua KPAI Jasra Putra kepada ANTARA, di Jakarta, Rabu, menanggapi kasus penculikan dan kekerasan seksual yang menimpa RJ (16), anak penyandang disabilitas di Jakarta Barat.

Menurut Jasra Putra, anak penyandang disabilitas memiliki kelemahan dalam mengenali kejahatan sehingga dapat dimanfaatkan oleh pelaku yang hendak melakukan kejahatan terhadap korban.

"Begitu mudah pelaku melakukan hal itu, dengan memanfaatkan kelemahan anak disabilitas. Seperti karena faktor mental, karena faktor bentuk fisik sehingga mengalami hambatan komunikasi, ingatan pendek, faktor hambatan sosial sehingga sering menyendiri, sehingga sangat mudah didekati," katanya.

Pihaknya menambahkan orang tua juga perlu upaya lebih dalam mengawasi perilaku anak di media sosial karena pelaku berkomunikasi dengan korban melalui pesan pribadi.

Jasra Putra meminta ada sebuah panduan bagi anak penyandang disabilitas untuk menjaga keamanan mereka saat berselancar di media sosial.

"Membuat publikasi panduan untuk anak disabilitas dalam keamanan berselancar di sosial media. Agar hambatan mereka dapat terawasi, dan pengamanan patroli cyber berlapis," katanya.

Dia mengatakan anak penyandang disabilitas yang menjadi korban kejahatan seksual akan mengalami kondisi yang berat di masa depannya sehingga perlu untuk segera mendapatkan penanganan yang benar.

"Anak disabilitas korban kejahatan seksual juga penting segera mendapatkan penanganan dengan tahapan yang benar, karena akan menentukan seluruh proses hukum dan pemulihan ke depan, seperti mengutamakan pemeriksaan kesehatan, pemeriksaan segera visum et repertum, dalam mencegah kehamilan yang tidak dinginkan, kemungkinan tertular penyakit dari pelaku seperti HIV dan PMS dan psikologi forensic anak," kata Jasra Putra.

Pihaknya juga meminta petugas yang menangani korban mengerti cara berkomunikasi dengan anak penyandang disabilitas serta jika diperlukan dapat bersinergi dengan Organisasi Penyandang Disabilitas yang biasa menangani anak disabilitas.

Baca juga: KND dorong Pemilu 2024 jamin aksesibilitas penyandang disabilitas

Baca juga: PT Jasa Raharja fasilitasi penyandang disabilitas mudik gratis

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2023