Jakarta (ANTARA) - Problematika anak berkewarganegaraan ganda (ABG) selain begitu beragam juga merupakan masalah yang spesifik dan unik. Oleh karena itu, dalam pengaturan ketentuan terkait ABG  membutuhkan kebijakan tertentu dengan melibatkan beberapa pemangku kepentingan.

Berasaskan reglemen yang dimaksud ABG,  antara lain, anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara Indonesia (WNI) dan ibu warga negara asing (WNA); anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNA dan ibu WNI; anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu WNI, yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan, memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan.

Disebutkan pula bahwa ABG dalam waktu paling lambat 3 (tiga) tahun setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin harus menyatakan memilih kewarganegaraannya.

Ketika ABG harus menyatakan memilih kewarganegaraan, terdapat dua kemungkinan yaitu mengajukan permohonan pernyataan memilih kewarganegaraan RI atau pernyataan memilih kewarganegaraan asing.

Pada satu dasawarsa lalu, kedua pernyataan memilih kewarganegaraan tersebut diatur dalam Permenkumham yang sama yaitu Permenkumham No. M.HH-19.10.01/2011 tentang Tata Cara Penyampaian Pernyataan Memilih Kewarganegaraan bagi Anak Berkewarganegaraan Ganda.

Dalam Permenkumham ini terdapat tiga pengampu tugas dan fungsi (tusi) yang tertuang secara eksplisit dan jelas terkait penyampaian kewarganegaraan RI maupun asing ialah dari unsur Kantor Wilayah Kemenkumham, Kantor Imigrasi (Ditjen Imigrasi), Perwakilan RI (Kemenlu).

Selain itu belum adanya keterlibatan Ditjen  Administrasi Hukum Umum) atau AHU secara aktif dan langsung. Padahal secara nomenklatur, permohonan pernyataan memilih kewarganegaraan RI merupakan bagian dari tusi Ditjen AHU.

Hal di atas bila diurai lebih detail yaitu pertama, pernyataan memilih kewarganegaraan RI bagi ABG disampaikan kepada pejabat yakni Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenkumham, Kepala Kantor Imigrasi (Kakanim), Pejabat lain yang ditunjuk oleh Menteri, atau Perwakilan RI yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal anak.

Menjadi tugas Kakanwil Kemenkumham/ Kakanim/pejabat lain yang ditunjuk oleh Menteri/Perwakilan RI untuk meneruskan penyampaian pernyataan memilih kewarganegaraan RI beserta persyaratannya kepada Dirjen AHU.

Ini menunjukkan adanya mata rantai penyampaian persyaratan memilih kewarganegaraan RI yang kurang efektif dan efisien. Pasalnya, skema penyampaian persyaratan memilih kewarganegaraan RI adalah merupakan domain dari Ditjen AHU.
Sepatutnya persyaratan tersebut langsung disampaikan pemohon kepada Dirjen AHU.

Berdasarkan adanya tekad untuk mewujudkan pelayanan kewarganegaraan yang semakin efisien dan efektif serta sejalan dengan perkembangan sosial budaya masyarakat di bidang teknologi informasi yang begitu pesat. Maka pada medio tahun 2016 diterbitkan Permenkumham No.47 tentang Tata Cara Penyampaian Permohonan Kewarganegaraan RI Secara Elektronik.


Perubahan ketentuan

Bila menyigi sudut rentang waktu dari tahun 2011 ke tahun 2016 mengilustrasikan kebijakan tersebut sebagai perwujudan sikap Pemerintah yang proaktif dan tanggap atas kondisi yang ada pada masa tersebut.

Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun telah ditetapkan perubahan ketentuan yang signifikan untuk menyintas prosedur penyampaian permohonan kewarganegaraan RI. Hal ini patut diapresiasi karena dapat mengefisienkan baik dari segi waktu, tenaga, dan biaya. Serta memaksimalkan fungsi Instansi terkait di mana selanjutnya penyampaian permohonan kewarganegaraan RI dilakukan melalui laman resmi Ditjen AHU.

Selain itu Permenkumham No.47/2016 bukan semata-mata mengatur mengenai tata cara penyampaian permohonan pernyataan memilih kewarganegaraan RI bagi ABG. Namun juga menformulasikan hal-hal lain yang termaktub dalam rasam permohonan kewarganegaraan RI seperti tata cara penyampaian permohonan pernyataan tetap menjadi WNI, tata cara penyampaian laporan kehilangan kewarganegaraan RI dengan sendirinya.

Ini sebagai ikhtiar mengakomodasi dan mengantisipasi persoalan lain yang berkisar di pusaran permohonan kewarganegaraan RI,  yang tentu saja dari segi total kuantitas Permenkumham yang diterbitkan tidak semakin banyak.

Pada ketentuan penutup dinyatakan bahwa saat Permenkumham No.47/2016 mulai berlaku, ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 17 Permenkumham M.HH-19.AH.10.01/2011 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Hal ini juga berarti pasal yang tetap berlaku di antaranya mengenai pernyataan memilih kewarganegaraan asing bagi ABG, yang secara substansi ditangani oleh Ditjen Imigrasi.

Kedua, pernyataan memilih kewarganegaraan asing bagi ABG disampaikan kepada pejabat meliputi pejabat lain yang ditunjuk oleh Menteri, Kakanim, atau perwakilan RI yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal anak.
Preskripsi ini tidak ikut mengalami perubahan pada tahun 2016, sampai pada medio Februari 2023, baru diterbitkan regulasi penyesuaiannya.

Tampaknya kaidah pernyataan memilih kewarganegaraan asing bagi ABG yang berlaku selama lebih dari satu dekade, tidak terdapat kendala yang cukup signifikan pada tataran implementasi. Atau dengan kata lain sepanjang periode tersebut, ketentuan yang ada telah dapat menfasilitasi ihwal memilih kewarganegaraan asing bagi ABG secara optimal.

Reglemen mengenai alterasi dimaksud adalah Permenkumham No. 10/2023 tentang Pendaftaran dan Permohonan Fasilitas Keimigrasian bagi Anak Berkewarganegaraan Ganda, Permohonan Surat Keterangan Keimigrasian, dan Pengembalian Dokumen Keimigrasian Akibat Status Kewarganegaraan.

Berikutnya permutasi yang tertuang dalam Permenkumham No.10/2023 mengenai pernyataan memilih kewarganegaraan asing bagi ABG yaitu cakupan pengertian dari ABG.

Terdapat bagian yang sedikit berbeda dari beleid sebelumnya adalah ABG meliputi anak yang lahir setelah tanggal 1 Agustus 2006 yang memiliki affidavit, sertifikat atau bukti pendaftaran ABG, dan/atau fasilitas keimigrasian bagi ABG; dan anak yang memiliki surat keterangan kewarganegaraan dari Dirjen AHU.

Pergeseran ini dapat diprediksi bahwa pencantuman kaidah memiliki sertifikat/bukti pendaftaran ABG, dan memiliki surat keterangan kewarganegaraan dari Dirjen AHU adalah sebagai upaya menyelaraskan dengan ketentuan lain yang termaktub dalam Permenkumham No.10/2023.

Berikutnya penyampaian pernyataan memilih kewarganegaraan asing dilakukan dengan mengisi formulir sebagai bukti penyampaian Pernyataan memilih kewarganegaraan secara elektronik dan mengunggah dokumen persyaratan yang sama dengan dokumen persyaratan pada ordinansi sebelumnya.
Namun dengan tambahan persyaratan yakni surat keterangan kewarganegaraan dari Dirjen AHU (sebagai transformasi atas perluasan cakupan pengertian ABG).

Hal ini menggambarkan bahwa persyaratan yang ditetapkan pada satu dasawarsa lalu, masih tetap update, hanya sedikit penyesuaian dan secara yuridis formal memiliki kekuatan hukum yang dapat mengakomodasi ketentuan yang berlaku saat ini maupun di masa yang akan datang.

Kausanya, peraturan yang ditetapkan adalah selain untuk mengatasi problematika yang terjadi saat ini, juga sebagai upaya memprediksi permasalahan di masa depan.

Pada Permenkumham No.10/2023, antara lain mengatur mengenai penyampaian pernyataan memilih kewarganegaraan asing bagi ABG sedangkan pernyataan memilih kewarganegaraan RI bagi ABG telah ditetapkan dalam Permenkumham No.47/2016.

Hal ini dapat juga dimaknai bahwa prosedur pernyataan memilih kewarganegaraan RI bagi ABG, telah mengalami perubahan sejak lebih dari enam tahun lalu dan belum memerlukan penyesuaian yang berarti pada saat ini.

Selanjutnya pemohon akan menerima surat tanda terima pernyataan memilih kewarganegaraan asing yang juga memuat pencabutan dokumen keimigrasian dan dapat diunduh pada laman resmi Ditjen Imigrasi serta dicetak dengan menggunakan jenis kertas warna putih ukuran A4.

Berikutnya jika ABG tidak memilih salah satu kewarganegaraan, akan diperlakukan sebagai orang asing. Dan, bila ABG diketahui/didapatkan di wilayah RI, terhadap anak tersebut dapat diberikan izin tinggal tetap (yang bersangkutan tentu harus membayar biaya PNBP terkait pemberian ITAP).

Hal terakhir, yaitu pengembalian dokumen keimigrasian (dokim) akibat perubahan status kewarganegaraan. Pengembalian dokim dilakukan berdasarkan permohonan yang diajukan oleh pemohon secara elektronik kepada Kepala Kantor Imigrasi setempat.

Pengajuan dilakukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak diterbitkan surat keputusan Menteri mengenai pernyataan sebagai WNI.

Setiap orang yang telah memperoleh WNI melalui pernyataan memilih kewarganegaraan wajib mengembalikan dokim atas namanya untuk mendapatkan surat keterangan pencabutan dokim. Dokim yang harus dikembalikan terdiri atas izin tinggal keimigrasian, keputusan Menteri mengenai pernyataan sebagai WNI, dan keterangan dari perwakilan negara asing yang menerangkan telah melepaskan kewarganegaraannya atau telah mengembalikan paspor kebangsaan.

Pengembalian dokim ini penting untuk mencegah penggunaan dokim pada saat yang bersangkutan sudah tidak berhak menggunakan dokim tersebut dan mengatisipasi penggunaan dokim bukan pada proporsinya.

Di samping itu, dengan adanya pengembalian dokim tersebut, dapat diketahui berapa jumlah ABG yang telah menjadi WNI dan ABG yang tidak memilih menjadi WNI. Kesemuanya ini bermuara pada prediksi adanya dua kutub yang berbeda yaitu keadaan stateless atau bipatride  dengan konsekuensi yang tidak menguntungkan bagi ABG.

Akhirnya, kebijakan yang akan direalisasikan pada medio Agustus 2023 diharapkan dapat mengurai permasalahan ABG secara bertahap.


Fenny Julita adalah alumnus Magister Kebijakan Publik Universitas Indonesia, Analis Keimigrasian Ahli Madya, Ditjen Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM RI.



Editor: Achmad Zaenal M

Copyright © ANTARA 2023