Pukulan telak bagi ekonomi nomor satu dunia hanya akan menimbulkan gelombang kejut negatif bagi ekonomi global.
Singapura (ANTARA) - Dolar terangkat di awal sesi Asia pada Rabu pagi, didukung oleh permintaan mata uang aman ketika Amerika Serikat (AS) meluncur menuju batas pinjamannya dan menguat setelah data ekonomi yang solid membuat para pedagang memangkas taruhan pada penurunan suku bunga yang segera terjadi.

Dolar AS mencapai puncak dua minggu di 136,69 yen semalam dan melayang tepat di bawahnya di 136,35 di awal sesi Asia. Greenback juga menembus di atas rata-rata pergerakan 50 hari terhadap euro untuk diperdagangkan pada 1,0866 dolar per euro.

Presiden Joe Biden dan anggota kongres utama dari Partai Republik Kevin McCarthy telah mendekati kesepakatan untuk menghindari gagal bayar utang AS - tetapi belum ada yang pasti dan ironisnya risiko AS gagal membayar utang telah menempatkan tawaran pada mata uang AS.

"Dominasi dolar dalam sistem pembayaran global memberikan penjelasan yang kuat mengapa," kata ahli strategi Rabobank Jane Foley.

"Pukulan telak bagi ekonomi nomor satu dunia hanya akan menimbulkan gelombang kejut negatif bagi ekonomi global, dan mengurangi selera risiko, yang dengan demikian akan menjadi peristiwa safe-haven," katanya lagi.

Rabobank memperkirakan euro jatuh ke 1,06 dolar AS dalam enam bulan.

Data menunjukkan pertumbuhan ekonomi Jepang, pada 1,6 persen dalam basis tahunan, secara nyata mengalahkan ekspektasi pasar pada kuartal terakhir - mungkin memberikan stabilitas pada yen yang jatuh karena imbal hasil AS yang lebih tinggi telah mendukung dolar.

Data menunjukkan belanja konsumen AS tampaknya telah meningkat dengan kuat pada April, yang bersamaan dengan pernyataan hawkish dari para pejabat Federal Reserve membebani obligasi dan bertentangan dengan ekspektasi bahwa penurunan suku bunga akan segera dilakukan.

Presiden Fed Chicago, Austan Goolsbee mengatakan "terlalu dini untuk membicarakan penurunan suku bunga", dan Presiden Fed Cleveland, Loretta Mester mengatakan suku bunga belum pada titik di mana bank sentral dapat bertahan stabil, mengingat inflasi yang membandel.

Imbal hasil surat utang dua tahun naik tujuh basis poin semalam menjadi 4,12 persen dan imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun naik 4 basis poin menjadi 3,55 persen. Perkiraan suku bunga berjangka menyiratkan tidak ada peluang penurunan suku bunga pada Juni, turun dari sekitar 17 persen peluang yang terlihat sebulan lalu.

Dolar Australia turun 0,7 persen dan melampaui rata-rata pergerakan 50 hari serta terakhir bertahan di 0,6659 dolar AS. Sterling turun sekitar 0,4 persen dan terakhir dibeli 1,2485 dolar AS.

"Pelaku pasar terus menurunkan perkiraan untuk penurunan suku bunga jangka pendek oleh FOMC," kata ahli strategi Commonwealth Bank of Australia Joe Capurso.

"Kami mengharapkan beberapa kenaikan moderat lebih lanjut dalam dolar, karena pasar terus mengurangi perkiraan untuk penurunan suku bunga. Kenaikan suku bunga mungkin terjadi tahun ini, meskipun rintangannya tinggi," kata dia pula.

Dolar Selandia Baru secara luas stabil di 0,6239 dolar AS, dengan investor menantikan kenaikan suku bunga 25 basis poin minggu depan dan mungkin satu lagi setelah itu.

"Kami melihat peluang 20 persen dari kenaikan 50 basis poin dan peluang jeda 5,0 persen," kata analis di ANZ Bank. "Entah bisa menjadi bumerang dengan menurunkan ekspektasi ... masa depan," katanya lagi.

Data inflasi Eropa juga akan dirilis, meskipun diharapkan ada sedikit penyimpangan dari angka awal. Data hipotek dan perumahan AS diterbitkan di kemudian hari.
Baca juga: AS belum pernah gagal bayar utang meski capai 31,45 triliun dolar AS
Baca juga: Dolar sedikit lebih tinggi ketika plafon utang AS menjadi sorotan

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2023