Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Ilmu Tafsir Al-Quran dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung Jajang A. Rohmana menilai hijrah bagi generasi muda seharusnya diarahkan untuk memperkokoh nilai-nilai kebangsaan serta mempererat rasa persatuan dan kesatuan.

"Penting disadari bahwa hijrah yang kemudian banyak melanda generasi muda itu perlu diarahkan kepada hal-hal yang lebih positif, hal-hal yang lebih kontributif bagi eksistensi nilai-nilai kebangsaan di Indonesia saat ini; bukan dengan makna-makna yang bersifat politis dan inkonstitusional," kata Jajang dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.

Jajang menyebutkan ada dua hal yang perlu dibedakan untuk mengajak generasi muda hijrah memperkuat kecintaan kepada negara.

Pertama, dari sisi pemikiran, menurut dia, hal itu dapat dilakukan melalui upaya penanaman kesadaran bagi generasi muda bahwa nilai-nilai keislaman dan kebangsaan merupakan hal yang tidak kontradiktif.

"Islam kebangsaan adalah suatu yang selaras, yang saling mendukung satu sama lain," tambahnya.

Baca juga: Indonesia-Yordania gelorakan Islam yang moderat dan damai

Kedua, katanya, tentu wacana hijrah saja tidak cukup, sehingga harus dilakukan dengan aksi di kalangan generasi muda, seperti media sosial dan penyebaran brosur terkait informasi berkaitan dengan kesadaran pada nilai-nilai kebangsaan.

Ketua Dewan Tafkir Pengurus Pusat Persatuan Islam (PP Persis) itu menilai di era kontemporer saat ini, peran ulama maupun dai sangat penting di dunia digital karena kondisinya tidak lagi terbatas pada media tradisional seperti pengajian atau mimbar keagamaan.

"Peran yang nanti akan menyentuh langsung kepada generasi muda yang secara cepat dan efektif adalah ketika para dai juga terlibat dalam penggunaan media sosial, penggunaan gadget, media-media digital," jelasnya.

Selain itu, Jajang menilai para pemuka agama berperan pula sebagai agen sosial karena mampu memengaruhi pemahaman masyarakat. Sehingga, konten, isi, dan pesan yang disampaikan seharusnya mengajarkan nilai-nilai kebangsaan, persatuan, dan kesatuan.

Baca juga: Wapres beri kuliah umum tentang Islam moderat di Universitas Kyoto

"Budaya yang ada di masyarakat kita sejak zaman nenek moyang itu dibentuk dalam situasi bagaimana menghormati terhadap perbedaan, dibentuk beragam etnik, bahasa, budaya maupun agama yang datang silih berganti. Ini yang membuat nenek moyang kita memahami, menyadari pentingnya mempertahankan , pentingnya menghormati perbedaan-perbedaan itu," ujarnya.

Dia meyakini bahwa pemahaman moderat jauh lebih mudah diterima masyarakat Indonesia yang majemuk, sehingga konten dakwah yang mengajarkan toleransi dan kedamaian sangat relevan dengan karakter anak bangsa.

Baca juga: Gubernur: UIN Palu pusat pengembangan Islam moderat di Sulteng

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2023