dampak dari kemungkinan tidak tercapainya kesepakatan berkaitan dengan batasan utang Amerika Serikat atau debt ceiling kepada sektor jasa keuangan maupun industri dan perusahaan-perusahaan jasa keuangan di Indonesia sangat minimal
Jakarta (ANTARA) - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menilai stabilitas dan ketahanan industri jasa keuangan Indonesia takkan terganggu atau berdampak terbatas atas potensi risiko terburuk kemungkinan ketidaksepakatan negosiasi terkait batasan utang (debt ceiling) dari pemerintah Amerika Serikat.

Pernyataan tersebut disampaikan Mahendra Siregar dalam webinar “Memperkuat Ketahanan Nasional di Industri Jasa Keuangan” di Jakarta, Senin.

“Analisis awal yang kami lakukan adalah dampak dari kemungkinan tidak tercapainya kesepakatan berkaitan dengan batasan utang Amerika Serikat atau debt ceiling kepada sektor jasa keuangan maupun industri dan perusahaan-perusahaan jasa keuangan di Indonesia sangat minimal. Hal itu terjadi karena risiko apabila tidak tercapai persetujuan di antara pemerintah dan Kongres Amerika Serikat, maka dapat terjadi kemungkinan pemerintah Amerika Serikat tidak dapat membayar kewajiban dalam obligasinya,” ujarnya.

Menurut Mahendra, pihaknya sudah menghitung secara kalkulatif bahwa dampak yang menerpa Indonesia sangat minimal menimbang kepemilikan dari obligasi pemerintah AS oleh seluruh institusi keuangan di tanah air sangat kecil.

Bahkan, lanjutnya, sebagian besar kepemilikan dari obligasi pemerintah AS dimiliki oleh perwakilan ataupun cabang dan anak perusahaan dari berbagai perusahaan multinasional, sehingga akan berdampak terbatas apabila worst scenario terjadi dalam perkembangan 1-2 minggu ke depan di AS.

“Kami tidak akan menyampaikan lebih dalam analisis ini karena tentu pada saat bersamaan kita terus memantau dan melihat perkembangan yang ada di sana. Tapi, yang kami dapat sampaikan juga pada proses yang sama berbagai analisis, pemantauan risiko, dan kemudian bagaimana melakukan langkah-langkah mitigasinya terus dilakukan,” ucap Mahendra.

Seperti diketahui, perkembangan di tingkat regional dan global sedang terjadi persaingan geopolitik, risiko terjadinya stagflasi di negara-negara maju, terjadinya kompetisi yang semakin berat dalam merebut rantai pasok industri strategis seperti semikonduktor yang digunakan untuk teknologi Artificial intelligence (AI) maupun teknologi elektrik vehicle, serta risiko dari peningkatan suku bunga di berbagai negara maju terutama AS.

Adapun kejadian paling terakhir adalah risiko kemungkinan tidak tercapai kesepakatan antara pihak pemerintah dan Kongres AS berkaitan dengan batasan utang yang harus dipenuhi oleh kebijakan fiskal Negeri Paman Sam.

“Hal-hal tadi tentu walaupun terjadi di luar negeri dan dalam konteks berbagai peristiwa antar negara yang berkaitan, namun potensi risiko tadi harus mampu kita jabarkan kemungkinannya, transmisinya dan bagaimana dampaknya kepada perekonomian dan sektor jasa keuangan. Secara reguler, kami di internal OJK maupun berkoordinasi dengan kelompok ataupun KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) dan juga dengan berbagai kementerian, lembaga, dan institusi terus melakukan koordinasi, analisis, dan sinergi memitigasinya,” ungkap dia.


Baca juga: IIF: Utang global meningkat, negara berkembang tembus100 triliun dolar
Baca juga: BI: Utang luar negeri capai 402,8 miliar dolar AS pada kuartal I 2023
Baca juga: Yellen peringatkan gagal bayar AS akan mengancam ekonomi global


Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023