Jakarta (ANTARA) - Dewan Pengarah Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi, Diena Haryana mengatakan sejumlah kasus bullying atau perundungan pada anak yang terungkap merupakan puncak gunung es dari kasus-kasus yang tidak terungkap, yang jumlahnya diyakini lebih banyak.

"Kasus yang tidak terungkap itu pasti banyak banget, karena jumlah sekolah di Indonesia itu ada hampir 500 ribu sekolah. Ini yang terjadi di sekolah, belum yang di luar sekolah. Sehingga, yang terungkap di media massa, di sosial media itu benar-benar puncak gunung es," kata Diena Haryana dalam webinar bertajuk "Sigap Cegah Bullying pada Anak", di Jakarta, Senin.

Baca juga: Ketahui tanda-tanda perundungan pada anak dan cara mengatasinya

Baca juga: Psikiater sebut dampak perundungan dapat bentuk karakter negatif anak


Diena Haryana yang juga Founder Yayasan Sejiwa menuturkan perundungan dapat terjadi hanya karena masalah sepele.

"Yang sering dilaporkan ke kami di Sejiwa, adanya perundungan dari santri senior ke juniornya, karena alasan sepele, misalnya membangkang, diminta melakukan sesuatu, tidak dilakukan. Seharusnya kan bisa diajak ngobrol, dirangkul, tapi yang terjadi malah pukul memukul," kata Diena Haryana.

Tak hanya di sekolah, kasus-kasus perundungan juga terjadi di luar sekolah.

"Belum lagi perundungan di luar sekolah yang pastinya lebih sulit terdeteksi," katanya.

Pihaknya juga menyoroti adanya tawuran pada remaja yang terjadi di sejumlah daerah akhir-akhir ini.

Baca juga: Childfund gaungkan kampanye lindungi anak dari perundungan daring

Menurut Diena Haryana, tawuran juga merupakan salah satu bentuk perundungan.

Dikatakannya, kasus-kasus tawuran ini biasanya diawali dengan olokan-olokan, baik dari seseorang kepada orang lain maupun dari seseorang kepada sekelompok.

"Kemudian, bukan komunikasi yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah, tetapi respons yang impulsif, istilahnya senggol bacok," kata dia.

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2023