Pemerintah selalu berusaha menyempurnakan kontrak untuk menjadi lebih baik
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah merevisi kontrak bagi hasil migas dengan skema gross split, yang telah diberlakukan sejak 2018, menjadi new simplified gross split untuk lebih mendorong pengembangan bisnis hulu migas menjadi lebih sederhana, cepat, kompetitif, efektif, dan akuntabel.

Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian ESDM, Noor Arifin Muhammad dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, mengatakan kontrak gross split diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split.

"Dalam perkembangannya, kontrak gross split mengalami beberapa kali perubahan dengan harapan agar tujuan kontrak ini dapat dicapai yaitu menciptakan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan bisnis penunjangnya menjadi global dan kompetitif, serta mendorong usaha eksplorasi dan eksploitasi yang lebih efektif dan cepat," ujarnya saat acara Konsultasi Publik Rancangan Perubahan Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2017 di Solo, Jawa Tengah, Jumat (19/5/2023), yang dihadiri SKK Migas, KKKS, dan IPA.

Menurut dia, tujuan lain adalah agar KKKS menjadi lebih efisien, sehingga mampu mengatasi gejolak harga minyak dari waktu ke waktu, mendorong bisnis proses KKKS dan SKK Migas menjadi lebih sederhana dan akuntabel, serta mendorong KKKS untuk mengelola biaya operasi dan investasinya dengan berpijak pada sistem keuangan korporasi, bukan sistem keuangan negara.

Arifin memaparkan selain gross split, Indonesia memiliki kontrak bagi hasil dengan skema cost recovery, yang telah diberlakukan puluhan tahun silam. Dengan adanya dua kontrak tersebut, KKKS memiliki pilihan.

"Kontrak bagi hasil di Indonesia terus mengalami perubahan untuk mengakomodir kebutuhan industri. Pemerintah selalu berusaha menyempurnakan kontrak untuk menjadi lebih baik. Minat calon investor terhadap kontrak baik cost recovery maupun gross split ada, sehingga pemerintah tetap membuka opsi kedua kontrak tersebut dalam setiap penawaran Wilayah Kerja (WK), baik yang ditawarkan melalui penawaran langsung maupun lelang reguler," katanya.

Lebih lanjut, Arifin menjelaskan terdapat empat urgensi penyempurnaan kontrak gross split.

Pertama, memberikan kepastian nilai bagi hasil yang lebih kompetitif untuk KKKS.

"Penyusunan ulang sistem bagi hasil yang lebih kompetitif dengan negara lain dengan target total bagi hasil sebelum pajak KKKS pada rentang 80-90 persen yang ditentukan berdasarkan profil risiko lapangan untuk meningkatkan kegiatan dan iklim investasi hulu minyak dan gas," ujar Arifin.

Kedua, meminimalkan ketergantungan keekonomian KKKS terhadap tambahan split diskresi menteri.

"Penganalisaan target bagi hasil para KKKS yang membutuhkan tambahan bagi hasil menteri, untuk rancangan sistem bagi hasil baru yang dapat meminimalisir kebutuhan split diskresi menteri dan menjamin keekonomian bagi para KKKS kontrak gross split," ungkapnya.

Ketiga, simplifikasi dan penyempurnaan komponen dan parameter bagi hasil.

"Penyederhanaan jumlah komponen bagi hasil berdasarkan parameter teknis yang tidak menimbulkan perdebatan dalam penentuan dan efektif penerapannya. Pemilihan didasarkan pada parameter primer yang memberikan koreksi split utama pada kontrak gross split eksisting," tambah Arifin.

Keempat, perancangan kebijakan fiskal yang cocok untuk migas nonkonvensional (MNK).

"Perancangan kebijakan fiskal untuk pengusahaan migas nonkonvensional. Pemberian skema baru kontrak GS bagi hasil tetap (fixed split) terhadap profil risiko, kebutuhan teknologi baru, dan penekanan biaya pengusahaan migas nonkonvensional," paparnya

Ke depan, Arifin menyebutkan pemerintah membuka diri terhadap masukan pelbagai pihak agar tujuan pemberlakuan kontrak gross split tercapai.


Poin perubahan

Koordinator Pokja Pengembangan WK Migas Non Konvensional Kementerian ESDM Dwi Adi Nugroho menjelaskan terdapat 11 poin utama perubahan Permen ESDM Nomor 8 Tahun 2017.

Di antaranya, penyederhanaan jumlah komponen variabel dari 10 komponen menjadi 3; penyederhanaan jumlah komponen progresif dari 3 komponen menjadi 2; penyeimbangan nilai bagi hasil dasar (base split); penyeimbangan nilai total bagi hasil secara keseluruhan; perubahan formula komponen progresif harga migas; dan pemberian batas nilai sliding scale pada parameter komponen progresif harga migas.

Mengenai perubahan base split, Dwi menjelaskan pemerintah menyeimbangkan bagi hasil antara pemerintah dan KKKS agar lebih menarik.

Base split minyak diubah menjadi 53 persen pemerintah dan 47 persen KKKS. Sedangkan, untuk gas, base split-nya 51 persen pemerintah dan 49 persen KKKS.

Pada aturan lama, base split minyak 57 persen pemerintah 43 persen KKKS, sedangkan gas 52 persen pemerintah dan 48 persen KKKS.

Terkait term and conditions, dibagi dua yaitu migas konvensional dan migas non konvesional atau MNK. Untuk konvensional, jumlah komponen variabel disederhanakan dari 10 menjadi 3 yakni jumlah cadangan; lokasi cadangan; dan ketersediaan infrastruktur.

Sedangkan, jumlah komponen progresif dari 3 menjadi 2 yaitu harga minyak dan harga gas.

Untuk MNK, pemerintah memberikan penambahan komponen variabel tetap khusus sebesar 46 persen.

"Term and conditions MNK lebih sederhana. Semangat new simplified gross split ini, antara lain mendorong MNK lebih berkembang," kata Dwi.

Penyusunan rancangan new simplified gross split telah melalui tahapan panjang sejak April hingga Juni 2022 melalui serangkaian rapat penyusunan kebijakan fiskal MNK, FGD, workshop, hingga konsultasi publik.

Baca juga: Kementerian ESDM setujui kontrak kerja sama 2 blok migas di Aceh
Baca juga: Kontrak bagi hasil penawaran blok migas capai 12,14 juta dolar AS
Baca juga: SKK Migas: Industri hulu migas jadi penggerak ekonomi daerah

 

Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023