Tokyo (ANTARA) - Dolar Australia dan Selandia Baru turun bersama dengan yuan di sesi Asia pada Rabu sore, setelah penurunan yang mengejutkan dalam aktivitas pabrik China memicu kekhawatiran tentang pemulihan pasca-pandemi yang tersendat di negara itu.

Mata uang safe-haven tradisional dolar dan yen melonjak mengungguli euro dan sterling. Yen mendapat dukungan tambahan setelah diplomat mata uang utama Jepang memperingatkan pada Selasa (30/5/2023) bahwa para pejabat mengawasi mata uang dengan cermat menyusul penurunannya ke level terendah enam bulan, yang telah meningkatkan momok intervensi.

Sementara itu, lira Turki mencapai rekor terendah setelah Presiden Tayyip Erdogan memenangkan pemilihan putaran kedua untuk memperpanjang kekuasaannya hingga dekade ketiga.

Dolar Australia mengalami pergerakan rollercoaster setelah data inflasi lokal yang memanas dan survei manajer pembelian China yang mengecewakan dirilis secara bersamaan.

Aussie awalnya melonjak sebanyak 0,33 persen di tengah meningkatnya kemungkinan pengetatan bank sentral, hanya untuk membalik beberapa saat kemudian ke penurunan 0,38 persen karena meningkatnya kekhawatiran perlambatan China. Yang kemudian semakin dalam ke penurunan 0,46 persen, membawanya ke level terendah sejak 10 November di 0,6486 dolar AS.

"Kita harus ingat bahwa Aussie adalah mata uang pro-pertumbuhan, sangat terkait dengan prospek komoditas," kata Rodrigo Catril, ahli strategi valuta asing senior di National Australia Bank.

"Kurangnya berita positif yang datang dari aktivitas ekonomi di China memperburuk pandangan itu" untuk harga komoditas yang lebih rendah, mengalahkan data domestik yang menunjukkan kebijakan moneter yang lebih ketat, katanya.

Dolar Selandia Baru merosot sebanyak 0,78 persen ke level terendah 6,5 bulan di 0,5996 dolar AS.

Yuan China merosot ke level terendah enam bulan dalam perdagangan luar negeri, tenggelam sebanyak 0,43 persen menjadi 7,0218 per dolar.

Indeks dolar AS - yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya - naik 0,28 persen menjadi 104,34. Euro - yang merupakan mata uang dengan bobot terbesar dalam indeks - turun 0,41 persen menjadi 1,06910 dolar.

"Pemulihan China, atau kekurangannya, adalah tema utama untuk pasar mata uang G10," kata Shusuke Yamada, kepala valas dan ahli strategi suku bunga di Bank of America di Tokyo.

"Semuanya sama, China yang lemah adalah positif untuk dolar AS, dan sampai batas tertentu yen, terhadap euro atau Aussie."

Dolar turun lebih jauh dari level tertinggi enam bulan terhadap yen yang dicapai Selasa (30/5/2023), ketika diplomat mata uang utama Jepang mengatakan setelah pertemuan kementerian keuangan, bank sentral dan pengawas keuangan bahwa para pejabat "akan mengamati dengan cermat pergerakan pasar mata uang dan merespons dengan tepat sesuai kebutuhan."

Dolat turun 0,26 persen menjadi 139,41 yen, memperpanjang penurunan 0,46 persen sehari sebelumnya Selasa. Dolar mencapai puncak 140,93 awal sesi, tertinggi sejak 23 November.

"Pertemuan itu bersifat pendahuluan," kata Bart Wakabayashi, manajer umum di State Street di Tokyo.

"Saya pikir garis sebenarnya di pasir adalah 150," tambah Wakabayashi, yang memperkirakan perbedaan pandangan kebijakan moneter di Jepang dan Amerika Serikat akan terus mendorong pasangan mata uang itu lebih tinggi.

"Jika kita mendapatkan di atas 145, kita akan melihat hampir semua pejabat Jepang mencoba membicarakannya, dan jika mereka tidak menyukai apa yang mereka lihat, mereka akan bertindak," katanya, mengacu pada risiko intervensi mata uang.

Di tempat lain, lira Turki tenggelam sebanyak 1,21 persen mencapai rekor terendah 20,67 per dolar.

Baca juga: Dolar jatuh terhadap yen di awal sesi Asia setelah peringatan Jepang
Baca juga: Yuan turun tipis tiga basis poin menjadi 7,0821 terhadap dolar AS
Baca juga: Analis: Pelemahan rupiah terhadap dolar AS masih terbuka

 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2023