Jakarta (ANTARA) - Selangkah demi selangkah, Indonesia mulai mewujudkan mimpi menjadi produsen baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV) dunia setelah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-42 ASEAN pada 9-11 Mei 2023 di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), menyetujui untuk menjajaki kerja sama dan kolaborasi pengembangan ekosistem kendaraan listrik.

Para pemimpin ASEAN sepakat untuk membangun ekosistem kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV) dan menjadi bagian penting dari rantai pasok dunia. Melalui kesepakatan itu, ASEAN akan bekerja sama meningkatkan infrastruktur dan stasiun pengisian, menciptakan lingkungan bisnis dan iklim investasi untuk menarik investasi, termasuk kemitraan publik-swasta.

Selain itu, ASEAN akan mengoptimalkan produksi dan penggunaan bahan dan sumber daya yang berkelanjutan untuk mencapai nilai yang lebih tinggi dari rantai pasokan kendaraan listrik di kawasan dan meningkatkan partisipasi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

ASEAN juga berkolaborasi dalam kegiatan penelitian dan pengembangan sumber daya manusia, promosi peluang investasi dan peningkatan kesadaran publik, pengelolaan dampak lingkungan secara tepat, penguatan ketahanan energi regional, promosi penggunaan energi terbarukan di sektor mobilitas dan membahas agenda pembiayaan untuk mendukung pengembangan ekosistem kendaraan listrik di kawasan.

Adopsi kendaraan listrik akan berperan besar dalam upaya ASEAN untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, mempercepat transisi energi, menjalankan dekarbonisasi sektor transportasi darat di kawasan, mencapai target emisi nol bersih (NZE) dan meningkatkan ketahanan energi di setiap negara anggota ASEAN dan di kawasan.

Bagi Indonesia yang tahun ini memegang Keketuaan ASEAN, pengembangan baterai dan kendaraan listrik tidak lepas dari kebijakan hilirisasi yang tengah digenjot. Berkat hilirisasi nikel yang dimulai pada 2020, Indonesia kini tengah merangkak untuk bisa mewujudkan target menjadi pemain kunci dunia dalam industri tersebut.

Bahkan, Presiden Jokowi menekankan bahwa hilirisasi menjadi kunci dalam kesepakatan tersebut.

ASEAN sepakat untuk membangun ekosistem mobil listrik dan menjadi bagian penting dari rantai pasok dunia, sehingga hilirisasi industri menjadi kunci.

Hilirisasi terbukti telah berhasil mengerek kinerja ekspor nasional. Peningkatan kinerja ekspor melesat signifikan karena sepanjang 2017-2018, ekspor nikel hanya sekitar 3,3 miliar Dolar AS. Namun, nilai ekspor produk turunan nikel melesat menjadi 20,9 miliar Dolar AS pada 2021 dan mencapai 33,8 miliar Dolar AS pada 2022 berkat hilirisasi.

Hilirisasi, khususnya untuk komoditas mineral dan tambang, juga dinilai akan mendorong pemerataan ekonomi Indonesia, mendongkrak daya saing produk, hingga melepaskan Indonesia dari jeratan status negara berpendapatan menengah (middle income trap).


Produsen baterai listrik 

Pemerintah meyakini Indonesia akan menjadi satu dari tiga besar produsen baterai kendaraan listrik (electric vehincle/EV) terbesar di dunia pada 2027.

Dalam kendaraan listrik berbasis baterai, baterai merupakan komponen utama dan paling penting yang punya komposisi kendaraan. Bisa dibilang baterai menjadi jantungnya kendaraan listrik. Perannya yang krusial ditopang dengan kelebihan yang dimiliki Indonesia tentu merupakan peluang emas.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut Indonesia akan menjadi satu dari tiga besar produsen baterai kendaraan listrik (electric vehincle/EV) terbesar di dunia pada 2027, menyusul terus berkembangnya industri ekosistem tersebut di dalam negeri.

Saat ini perusahaan asal Korea Selatan LG Energy Solution bekerja sama dengan konsorsium Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk membangun industri sel baterai kendaraan listrik yang terintegrasi dengan pertambangan, peleburan, pemurnian, serta industri prekursor dan katoda, dengan nilai investasi mencapai 9,8 miliar Dolar AS.

Selain itu, ada pula perusahaan asal China, China Contemporary Amperex Technology Co. Limited (CATL) yang menggandeng PT Aneka Tambang (Antam) dan Indonesia Battery Corporation (IBC) untuk membangun pabrik baterai senilai 5,97 miliar Dolar AS di Maluku Utara.

Kalau program ini berjalan sesuai rencana, maka baterai pertama lithium kita bisa produksi pada 2025, dan nanti tahun 2027, Indonesia sangat mungkin menjadi salah satu dari tiga terbesar di dunia yang memproduksi lithium baterai, termasuk mobil EV.

Sebagai negara yang memiliki cadangan nikel sebanyak 23,7 persen pertama dan terbesar di dunia, Indonesia menjadi negara yang mempunyai posisi tawar dalam pasar dan sangat berpotensi untuk bisa menjadi pemain utama dalam industri kendaraan listrik atau electric vehicle (EV).

Berdasarkan catatan Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) , cadangan nikel Indonesia mengalahkan Australia dengan besaran sebanyak 21,5 persen, lalu Brasil sebesar 12,4 persen, kemudian Rusia dengan 8,6 persen, Kuba 6,2 persen, dan Philipina pada angka 5,4 persen.

Di ASEAN, hanya Thailand dan Indonesia yang telah memiliki industri kendaraan listrik. Namun, di antara negara ASEAN, hanya Indonesia yang memiliki sumber produksi baterai kendaraan listrik, disusul Filipina.


Kerja sama di ASEAN

Tidak hanya di level pemerintahan, upaya untuk bisa mendukung pengembangan industri masa depan ini juga dilakukan di level pelaku industri.

Indonesia, bersama Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina, melalui lembaga masing-masing negara telah sepakat untuk meneken kerja sama dalam bidang pengembangan teknologi baterai kendaraan listrik pada Mei lalu.

Indonesia melalui lembaga National Center for Sustainable Transportation Technology (NCSTT), bersama Singapore Batter Consortium (SBC), Thailand Energy Storage Technology Association (TESTA), NanoMalaysia Berhad, dan Electric Vehicle Association of the Philippines (EVAP), serta dua lembaga nasional NCSTT dan National Battery Research Institute (NBRI) akan berkolaborasi membuka peluang kolaborasi penelitian dan pengembangan di bidang teknologi baterai EV dan mempromosikan ekosistem baterai di ASEAN, menuju sistem transportasi yang lebih terintegrasi dan berkelanjutan.

NCSTT, telah diakui secara global sebagai pusat penelitian multidisiplin yang berfokus menyelenggarakan, mendukung, dan mendorong rekayasa dan teknologi terapan untuk sistem transportasi di Indonesia.

Kolaborasi ini juga bertujuan untuk memajukan teknologi baterai, termasuk dalam hal keselamatan dan standarisasi.

Dengan standar yang sama, baterai kendaraan listrik di kawasan ini akan dapat dipertukarkan, bisa dipakai untuk kendaraan-kendaraan yang serupa, sehingga bisa lebih terintegrasi.

Standarisasi yang menyeragamkan baterai pada kendaraan listrik di kawasan ASEAN, selain memudahkan, juga berdampak pada tingkat kepercayaan calon konsumen terhadap kendaraan listrik.

Dalam pengembangan ekosistem baterai dan kendaraan listrik, Indonesia bisa dibilang menjadi salah satu negara berkembang yang diharapkan mampu menyetir negara berkembang lainnya untuk bisa memanfaatkan potensi masing-masing dan masuk rantai pasok global.

Di Asia Tenggara, peran Indonesia akan dapat lebih kuat dengan dukungan, kerja sama dan kolaborasi negara-negara tetangga. Dengan demikian, bukan tidak mungkin ASEAN, yang dimotori Indonesia, menjadi pemain kunci dalam industri baterai dan kendaraan listrik dunia.

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023